SOLOPOS.COM - Ilustrasi Sidang MPR (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

Kembalinya GBHN memang bukan wacana baru. Kini PDIP mengusulkan wacana MPR kembali menetapkan GBHN yang pernah terjadi di era Orde Baru.

Solopos.com, JAKARTA — Masih ingat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)? Pedoman pembangunan yang dikenal di era Orde Baru itu kini diusulkan untuk dihidupkan kembali. Ketua MPR Zulkifli Hasan menyetujui usulan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mengembalikan fungsi MPR dalam menetapkan GBHN itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal ini disampaikannya saat dirinya ditemui oleh awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa (5/1/2016). Usulan yang diajukan oleh PDIP tersebut merupakan salah satu agenda dalam Rakernas PDIP yang akan diselenggarakan pada 10–12 Januari 2016. Diketahui bahwa untuk mengembalikan GBHN, maka opsi yang diambil adalah amandemen UUD 45.

Dirinya mengatakan bahwa usulan yang diajukan oleh PDIP akan ditampung di MPR dan dikaji kembali di kedua lembaga yang berada di MPR, lembaga pengkajian dan badan pengkajian. “Kita kan sudah 18 tahun reformasi, publik bisa melihat apakah sudah bagus atau perlu penyempurnaan di undang-undang kita,” ujarnya.

“MPR kan punya lembaga pengkajian dan badan pengkajian, tentu semua usulan dari partai politik akan kami tampung dan kami kaji lagi apakah perlu di amandemen atau tidak” tambahnya.

Kendati menyetujui wacana tersebut, Ketua Umum Partai Amanah Nasional (PAN) ini juga menegaskan bahwa perlu kejelasan dalam mengamandemen UUD 45. “Secara pribadi, saya setuju dengan usulan PDIP untuk kembali menetapkan GBHN,” jelasnya.

“Namun, sekarang kalau mau amandemen juga harus jelas. Apa yang mesti diamandemen, pasal apa, pasalnya bagaimana, bunyinya bagaimana maka itulah yang boleh diamandemen. Jadi, harus dirumuskan dulupasal apa saja dan perubahannya menjadi apa baru kemudian disampaikan lagi dan harus mendapat dukungan sebesar 2/3,” tambahnya.

GBHN resmi dihapuskan dari produk hukum Indonesia setelah empat kali amandemen UUD 1945. Penghapusan GBHN terkait status MPR yang tidak lagi menyusun GBHN dan bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat. Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat tak lagi bertanggung jawab terhadap MPR.

Sebagai gantinya, UU No. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang mengatur pembentukan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang dijabarkan lagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk lima tahun. Namun sebagian pihak menilai sistem baru ini membuat tidak ada lagi sanksi hukum bagi Presiden jika tidak mematuhi RPJP tersebut.

Jika UUD 1945 diamandemen lagi, bukan tidak mungkin membuka peluang adanya perubahan sistem yang lebih besar, seperti kewenangan MPR membuat GBHN. Dengan kewenangan itu, MPR juga punya kewenangan lebih, bahkan bukan tak mungkin sebesar dulu. Di era Orde Baru, MPR menjadi lembaga tertinggi pemegang kedaulatan rakyat sehingga bisa memilih presiden dan menerima pertanggungjawaban presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya