SOLOPOS.COM - Kakao (Ilustrasi/dok)

Solopos.com, WONOGIRI — Kemarau panjang yang melanda Kabupaten Wonogiri mengakibatkan produksi kakao menurun hingga 60 persen. Kendati produksi menurun, harga kakao di tingkat petani masih stabil.

Salah satu petani kakao asal Desa Giriwarno, Kecamatan Girimarto, Sularno, mengatakan kemarau panjang mengakibatkan pasokan air untuk tanaman kakao tersendat. Tanaman kakao lantas terlambat berbunga sehingga buah yang dihasilkan menurun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Harusnya September kemarin buah sudah bagus-bagus. Karena kekurangan air, buah menjadi jarang dan bunga yang muncul terlambat. Produksinya turun sekitar 60 persen dibanding tahun lalu,” kata dia, saat dihubungi , Selasa (15/10/2019).

Sularno menjelaskan dari segi ukuran buah relatif tak ada perubahan. Namun, waktu untuk panen dirasakan lebih lama. Pada musim kakao, ia bisa panen lima hari sekali. Kini, berubah menjadi dua pekan sekali.

“Saya punya 15 pohon yang berbuah biasanya lima hari sekali panen sekitar 5-10 kilogram. Sekarang jadi dua pekan sekali baru bisa panen. Jadi ada molor waktu panen sepekan lebih,” beber dia.

Kendati produksi menurun, harga kakao di tingkat petani relatif stabil antara Rp17.000-Rp20.000 per kilogram (kg). Hal itu langsung berimbas kepada produksi olahan cokelat oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Rondo Kuning.

Kali ini produksinya turun dari semula 15-20 kg per hari menjadi 10 kg per hari.

“Kebetulan BUM Desa tidak menyetok bahan baku. Kami tidak tahu kalau kemarau terlalu panjang bakal terjadi dan itu berimbas kepada kami,” beber pria yang juga menjabat Ketua BUM Desa Rondo Kuning.

Sekretaris Desa Giriwarno, Kecamatan Girimarto, Wardi, menjelaskan di Giriwarno pohon kakao bisa ditemui di pekarangan warga dan tegalan. Hampir setiap rumah memiliki pohon kakao dengan jumlah bervariasi.

Petani yang fokus merawat pohon kakao menurutnya ada sekitar 100-an orang.

Kemarau panjang tahun ini, lanjut Wardi, berdampak pada pengisian biji kakao yang enggak maksimal. Sebab, bunga yang tumbuh tak sesubur dahulu. Kondisi itu diperparah oleh sumber airnya yang tak lagi tersedia untuk mengairi pohon kakao.

“Sumber air yang ada dimanfaatkan untuk air minum. Begitu pula dengan pengairan sawah yang digilir dua sekali untuk suplai air,” terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya