SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Petani memanen padi di sawahnya di Dusun Karangpung, Dusun Banaran, Kalijambe, Sragen, Rabu (29/5/2013). Memasuki musim kemarau, petani terancam mandek menanam padi. (Tri Indriawati/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN--Sistem irigasi yang tidak merata membuat sebagian petani di Desa Banaran, Kecamatan Kalijambe, Sragen terancam berhenti menanam padi selama musim kemarau berlangsung.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasalnya, lahan milik sebagian besar petani di Kalijambe merupakan sawah tadah hujan.

Letak sungai yang jauh membuat area persawahan milik petani di beberapa dusun tidak tersentuh aliran irigasi. Kondisi tanah yang tandus juga mengakibatkan pembangunan sumur artesis sulit diwujudkan.

“Di sini sumurnya sangat dalam, kalau mau bikin sumur bisa habis miliaran. Petani seperti kami tentu tidak mampu,” ungkap seorang petani asal Dusun Wonosari, Suyanto, saat dijumpai Solopos.com di sawahnya yang ada di Dusun Karangpung, Banaran, Rabu (29/5/2013).

Pemerintah telah membangunkan dua sumur artesis di Dusun Karangpung dan Ngemplak pada 2010 silam. Namun, dua petak sawah milik Suyanto tidak kebagian jatah air dari sumur itu. Menurutnya, terdapat sejumlah petani lain di kawasan itu yang sama sekali tidak mendapat jatah pengairan. Akibatnya, mereka memilih libur menanam padi saat kemarau tiba.

“Pipa pengairannya enggak sampai sini jadi kami enggak dapat jatah air, kalau kemarau ya kering, enggak bisa ditanami apa-apa. Kalau yang dapat jatah air dari sumur ya masih lumayan, bisa ditanami kacang waktu kemarau,” ujar dia.

Bantuan Pipa

Suyanto mengatakan hasil panen padi kali ini menurun karena kurangnya pasokan air. Terlebih, dalam beberapa pekan menjelang masa panen hujan kian jarang turun, sehingga tanaman padi miliknya kurang subur.  “Biasanya kalau musim hujan satu petak bisa dapat 30 karung gabah, sekarang hanya 26 karung,” imbuhnya.

Sementara Kepala Dusun (Kadus) Karangpung, Suranto, menyatakan tengah mengajukan permohonan penambahan pipa untuk menyalurkan air dari sumur artesis ke seluruh area persawahan. Menurutnya, dibutuhkan pipa sepanjang 1000 meter supaya pengairan  bisa menjangkau seluruh wilayah persawahan.

Permohonan itu telah diajukannya kepada Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) Sragen sejak dua tahun lalu, tapi belum mendapat tanggapan hingga sekarang.

“Dulu katanya bisa diberikan pada 2013, terus sekarang katanya mundur lagi sampai 2014,” terang dia.

Sebelumnya, Pemerintah Desa (Pemdes) Banaran telah mengajukan permohonan pembuatan sumur artesis kepada BBWSBS dan direalisasi pada 2008.  “Pada 2008. dua sumur mulai dibangun dan selesai 2010. Sekarang sebenarnya setiap kebayanan sudah punya sumur artesis, hanya persoalannya distribusi air tidak merata karena pipanya kurang panjang,” urai dia.

Menurut Suyanto, Pemdes Banaran tidak mampu mengalokasikan dana untuk penambahan pipa irigasi karena terbatasnya anggaran. Oleh sebab itu, dia berharap BBWSBS ataupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen dapat memberikan bantuan pengadaan pipa irigasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya