SOLOPOS.COM - ilustrasi (google img)

ilustrasi (google img)

SLEMANSelama musim kemarau, hingga Agustus 2012, jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Sleman meningkat.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Menurut Cahya Purnama, Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, hingga Agustus 2012 saja, jumlah kasus DBD di Sleman sudah mencapai 120 kasus.

Sedangkan pada periode sama di 2011, hanya ada 166 kasus, dan pada 2010 ada 603 kasus.

“Kasus DBD terbanyak ada di Kecamatan Godean yakni mencapai 30 kasus,” tuturnya belum lama ini.

Selain itu, Cahya menambahkan, beberapa kecamatan lain juga terjadi kasus DBD, namun jumlahnya lebih kecil.  Beberapa daerah itu masing-masing kecamatan Sleman dengan lima kasus, Kecamatan Ngaglik tujuh kasus,  Kecamatan Moyudan dua kasus, Kecamatan Minggir satu kasus, Kecamatan Cangkringan dua kasus, Kecamatan Gamping delapan kasus, Kecamatan Kalasan 12 kasus, Kecamatan Prambanan sembilan kasus, Kecamatan Berbah dan Mlati delapan kasus, dan Kecamatan Depok enam kasus.

Cahya memaparkan, secara umum penyebab kasus DBD tersebut beberapa di antaranya sanitasi lingkungan yang kurang bagus dan penampungan air yang tidak dibersihkan secara rutin. Dia berharap masyarakat harus waspada dan segera cek ke puskesmas ataupun rumah sakit jika tubuh mengalami panas tinggi lebih dari dua hari.

Mujiyana, 50, Kepala Puskesmas Mlati 1, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, mengatakan, wilayah Puskesmas Mlati 1 merupakan wilayah endemis DBD, di mana setiap tahun ada kasus DBD. “Hingga Agustus 2012, jumlah kasus DBD di Puskesmas Mlati 1 ada delapan  kasus,” katanya. Adapun pasien DBD tersebut hingga kini masih menjalani rawat jalan.

Mujiyana menambahkan, penyebab wilayah Puskesmas Mlati 1 merupakan wilayah endemis DBD karena mobilitas penduduknya yang tinggi. Selain itu munculnya DBD juga karena penularan serta lingkungan yang kurang bersih.“Dari segi penularan, misalnya ada warga tinggal wilayah Mlati, namun terkena DBD dari wilayah lain karena mereka bekerja di sana,” tuturnya.

Mujiyana menambahkan, pihaknya tidak bisa memvonis DBD langsung jika ada warga yang mengaku terkena DBD. Ia mengaku harus melakukan uji laboratorium terlebih dahulu dengan mengambil sampel darah untuk mengetahui apakah warga terkena DBD atau tidakUntuk mengatasi DBD, lanjut Mujiyana, hendaknya masyarakat harus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, baik di rumah maupun di lingkungan sekitar. Untuk individu, misalnya bisa menggunakan losion anti nyamuk, ataupun memakai pakaian yang tertutup seperti memakai celana panjang dan baju lengan panjang.

Untuk keluarga, bisa dengan mengatur ventilasi udara serta pencahayaan yang cukup di rumah, selain itu juga menghindari menggantung pakaian yang menumpuk, antisipasi tempat-tempat tumbuhnya jentik nyamuk seperti dispenser, kulkas, bahkan tempat sangkar burung. Terakhir untuk masyarakat, bisa dilakukan gerakan gotong royong membersihkan lingkungan seperti jumat bersih dan minggu bersih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya