SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (Googleimage)

Sebanyak 15 kasus terjadi sepanjang 2015, lebih sedikit dari pada 2014 yang tercatat 24 kasus.

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

 

Harianjogja.com, WATES-Kasus perceraian yang dialami kalangan PNS pada 2015 diketahui turun signifikan dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 15 kasus terjadi sepanjang 2015, lebih sedikit dari pada 2014 yang tercatat 24 kasus.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pengawasan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kulonprogo, Heri Warsito, Rabu (16/3/2016). Upaya pembinaan dan mediasi berusaha dilakukan agar pasangan yang ingin bercerai bisa kembali rujuk. Pembinaan tersebut dilakukan dalam beberapa jenjang. Sebelum ditangani BKD Kulonprogo, pembinaan dilakukan oleh pimpinan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jika gugatan cerai berasal dari kalangan guru, pembinaan bahkan dilakukan pertama kali oleh kepala sekolah.

Upaya pembinaan oleh pimpinan SKPD terkadang bisa berhasil mencegah perceraian. Meski demikian, lebih banyak yang berakhir jalan buntu sehingga perceraian tetap terjadi. “Jika sampai BKD, artinya itu sudah parah karena SKPD tidak bisa menangani. Ada yang bisa rujuk kembali setelah dibina tapi biasanya hanya satu atau dua kasus,” kata Heri.

Heri lalu memaparkan, kasus perceraian PNS Kulonprogo didominasi kalangan guru. Penyebabnya kebanyakan karena kehadiran orang ketiga yang mengganggu keharmonisan rumah tangga. Hal itu biasanya terjadi pada hubungan jarak jauh akibat perbedaan lokasi penempatan tugas. Ada pula yang disebabkan permasalahan ekonomi. “Misalnya antara guru berstatus PNS dengan honorer. Ada juga suami atau istri tidak mau bekerja karena pasangannya sudah PNS,” ujar dia.

Sebelumnya, Humas Pengadilan Agama Wates, Barwanto mengungkapkan jika jumlah pengajuan perkara perceraian mengalami penurunan. Tahun 2015 tercatat 632 perkara, sedangkan tahun sebelumnya mencapai 659 perkara. Penyebab perceraian kebanyakan adalah masalah ekonomi dan kehadiran orang ketiga.

Menurut Barwanto, masalah ekonomi dan kehadiran orang ketiga sering memiliki keterkaitan. Dia menyontohkan, seorang istri menganggap suaminya tidak bertanggung jawab tidak mampu memberikan nafkah yang layak sehingga memicu adanya adanya orang ketiga yang dinilai lebih bisa diandalkan. “Ada juga yang selingkuh karena merasa tidak cocok dengan orang tua atau kecewa karena suami tidak bisa tegas dengan campur tangan mertua dalam rumah tangga mereka,” kata Barwanto kemudian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya