SOLOPOS.COM - Ilustrasi Televisi (spectrecom.co.uk)

Solopos.com, SOLO — Ketika seseorang menonton televisi, ia cenderung pasif. Bisa dikatakan hanya mata dan telinga yang bekerja. Hal itulah yang menyebabkan seseorang bisa berkurang kreativitasnya jika terlalu sering menonton televisi.

Hal itu disampaikan pemerhati anak dari Silaturahim Pecinta Anak (SPA) Jogja, Zainal Fanani, saat menjadi pembicara seminar parenting yang digelar Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nur Hidayah Solo di Graha Waris Sejahtera Solo, Sabtu (24/8/2013).

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Anak yang terlalu banyak menonton televisi, cenderung pasif secara pikiran dan fisik. Penyebabnya, ketika menonton televisi pikiran anak hanya menerima begitu saja dan menikmati gambaran visual tanpa imajinasi.

“Hal ini berbeda dengan anak yang kreatif, yang senang bermain bongkar pasang, menggambar atau permainan yang merangsang imajinasi atau keterampilan tangan,” jelasnya.

Oleh karena itu fFnani berpesan agar orang tua berusaha mengurangi jam menonton televisi anak-anaknya. Pasalnya pada usia anak-anak, seseorang butuh stimulan untuk meningkatkan kreativitasnya.

“Lebih baik anak diminta bermain bangun ruang dengan balok daripada terlalu lama menonton televisi. Membuat bangun ruang menuntut anak berpikir model apa yang akan dibuat, bagaimana bentuk dan cara membuatnya,” ungkapnya.

Ketika seseorang terlalu banyak menonton televisi, imbuhnya, akan mengurangi kemampuannya menyenangkan diri sendiri dan melumpuhkan kemampuannya mengemukakan pendapat secara logis dan sensitif.

Sebagian besar konten acara televisi, terangnya, adalah kekerasan, intrik, perebutan harta, perselingkuhan, pengkhianatan cinta, pacaran di luar norma agama, pornografi pornoaksi, mistis dan budaya hedonis. Jika seorang anak terbiasa dengan hal-hal itu sejak dini, kata Fanani, akibatnya yaitu maraknya kasus pergaulan bebas.

Survei Siswa

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tahun 2007 di 33 kota di Indonesia termasuk Solo, ungkap Fanani, 62,7% pelajar SMP sudah tidak perawan, 21,2% remaja SMA pernah melakukan aborsi, 93,7% pernah ciuman, petting dan oral seks, 97% pelajar pernah menonton film porno.

Di luar negeri, imbuhnya, televisi berperan besar menimbulkan obesitas. Pasalnya ketika menonton televisi, anak banyak duduk dan ngemil, terlalu sedikit melakukan gerakan fisik. Akibatnya tak terjadi pembakaran lemak.

Menonton televisi membuat anak jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Karena berkonsentrasi menonton televisi, anak-anak cenderung mengabaikan ajakan berkomunikasi dari orang tua dan saudara mereka.

Bahkan dia akan merasa terganggu jika diajak mengobrol ketika menonton televisi. Akibatnya sering terjadi ketegangan dan ledakan kemarahan ketika mereka asyik menonton televisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya