SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, WONOGIRI-</strong>-Penampil <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180424/495/912300/pecahkan-rekor-pemkab-wonogiri-gelar-pentas-campursari-100-jam">pentas campursari 100 jam</a> di Alun-Alun Giri Krida Bakti Wonogiri hari ketiga, Senin (30/4/2018), berbeda dari hari sebelumnya. Pentas kali itu dimeriahkan grup campursari yang beranggotakan difabel, yakni Nekat Laras Difabel yang bermarkas di Jatisrono. Ada pula grup dari Eromoko, Bahana, yang secara khusus membawa kelompok difabel Bina Bakti Mandiri Eromoko. Kolaborasi itu menciptakan nama kelompok baru, yakni Bahana and Difabel.</p><p>Penampilan kedua grup memberi warna tersendiri dalam pentas untuk memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) itu. Karya mereka mendapat sambutan hangat penonton. Tak sedikit yang maju ke panggung untuk mengabadikan penampilan mereka dengan menggunakan kamera telepon seluler (ponsel).</p><p>Jantung Winarni berdegup kencang saat menunggu giliran tampil menyanyi. Degup jantungnya kian kencang saat pembawa acara, Sutadi, yang juga difabel, memanggil namanya dan memintanya maju menyanyi. Dia lalu maju perlahan menggunakan kursi rodanya. Akhirnya Winarni bisa lebih tenang karena ada orang yang bersedia duet dengan perempuan 33 tahun itu. Adalah Camat Jatisrono, Indriyo Raharjo, yang saat itu menemani Winarni. Mereka menyanyikan lagu <em>Aja Digondeli</em> dengan iringan organ yang dimainkan Diki, penyandang tuna netra, gitar, dan drum yang juga dimainkan penyandang tunadaksa, serta alat musik lainnya yang dimainkan nondifabel.</p><p>&ldquo;Deg-degan banget tadi. Baru kali ini menyanyi campursari. Suara saya memang enggak bagus-bagus amat. Saya cuek saja, yang penting berkarya dan bisa menghibur masyarakat,&rdquo; kata Winarni.</p><p>Selanjutnya tiba saatnya Sunoko tampil. Setelah namanya dipanggil, lelaki 40 tahun itu berjalan perlahan menggunakan dua kruk. Dia membawakan lagu <em>Nyidam Sari</em> yang dibantu penyanyi campursari nondifabel. Penyanyi itu membawakan&nbsp;lagu pembuka. Pada kesempatan itu Nekat Laras Difabel membawakan delapan lagu dengan durasi lebih kurang 90 menit.</p><p>Sunoko mengatakan grup yang diketuainya itu berani tampil hanya bermodal nekat. Tak heran jika nama grupnya ada kata nekat yang dipadu dengan kata laras agar selaras dengan musik yang dibawakan. Dia membentuk grup sepekan sebelum pentas dan hanya latihan tiga kali. Anggota grup belajar bersama pemain organ yang sudah lama berkecimpung di dunia campursari, Paijo namanya.</p><p>&ldquo;Kami punya band yang dibentuk sejak 2007, namanya Nekat Band. Selama ini juga sering pentas membawakan lagu Koes Ploes. Lalu diminta tampil dijalur campursari. Mau enggak mau harus belajar instan. Dengan segala keterbatasan, kami bisa. Pokoknya serba nekat. Setiap tampil minder pasti ada, tapi dibawa enak saja. Lama-lama rasa minder hilang dengan sendirinya,&rdquo; ucap Sunoko.</p><p>Sebanyak 25 anak difabel dari Kelompok Bina Bakti Mandiri Eromoko menampilkan karya berbeda. Mereka berjoget temon holic diiringi lagu campursari dengan aransemen rancak. Tepuk tangan penonton seperti memberi energi tambahan yang membuat mereka semakin semangat.</p><p>Koordinator Bina Bakti Mandiri Eromoko, Wahyuni, mengatakan anak-anak belajar berjoget hanya dua kali beberapa hari sebelum pentas. Mereka belajar dengan dipandu orang yang sudah pandai berjoget <em>temon holic</em>. Mereka menirukan pemandu tersebut. Setelah dua kali latihan mereka bisa hapal gerakan joget. Sampai akhirnya mereka bisa tampil di muka umum tanpa panduan mentor dengan segala keterbatasan. Mereka penyandang tunadaksa, tunarungu wicara, tunagrahita, dan lainnya yang bersekolah di SLB Wuryantoro dari tingkat TK hingga SMA.</p><p>&ldquo;Ada lima lagu yang dijogeti anak-anak, salah satunya <em>Lewung</em>. Memang anak-anak di kelompok kami banyak yang memiliki bakat seni. Selama ini kami dibimbing Pak Camat, [Camat Eromoko Danang Erawanto],&rdquo; ulas Wahyuni.</p><p>Pengelola EO Panata Jakarta selaku pelaksana kegiatan, Sastro Harjanto, mengaku sangat senang masyarakat Wonogiri sangat antusias menyambut pentas campursari 100 jam. <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180427/495/913109/campursari-100-jam-wonogiri-tercoreng-aksi-penipuan">Pentas </a>tak pernah sepi penonton meski dini hari.</p><p>&ldquo;Hingga hari ketiga semua lancar. Hanya ada dua pemukul saron [alat musik gamelan] yang pecah, jadi harus diganti. Itu wajar karena digunakan nyaris tanpa henti selama pentas,&rdquo; kata Sastro.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya