SOLOPOS.COM - Klenteng Liong Hok Bio Magelang (Instagram/@harry_dado)

Solopos.com, MAGELANG — Perkembangan budaya Etnis Tionghoa di Magelang tidak lepas dari keberadaan Kelenteng Liong Hok Bio. Kelenteng yang dibangun pada tahun 1864 itu memiliki kisah sejarah yang panjang. Diawali dari insiden Geger Pecinan pada tahun 1740 di Batavia yang mengakibatkan 10.000 orang etnis Tionghoa terbunuh oleh tentara kolonial Belanda

Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui kanal Youtube Bagus Priyana Magelang,  Jumat (21/5/2021), untuk menyelamatkan diri, banyak orang-orang etnis Tionghoa saat itu harus mengungsi ke berbagai kota pesisir di Jawa, seperti Semarang, Jepara, dan Rembang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka juga lari ke Kasunanan Surakarta untuk meminta perlindungan. Ada juga serombongan kecil yang menuju ke Klangkang Jono, yang sekarang disebut sebagai Kutoarjo dan Purworejo.

Baca Juga : Inilah Jejak Sejarah di Balik Berdirinya Gereja Ayam Magelang

Mereka hidup dan tinggal di desa kecil tersebut dengan membawa patung sesembahan, yaitu Hok Tek Cing Sien atau disebut juga sebagai Dewa Bumi. Hingga akhirnya pecah perang Diponegoro (1825-1830), membuat mereka harus meninggalkan desanya ke timur laut, menembus Pegunungan Menoreh, Magelang.

Rombongan  kecil ini memilih tinggal di jalan kecil sisi barat Pecinan yang dikenal dengan Gang Ngarakan atau Tengkonstraat  dan kini dikenal sebagai Jl. Daha. Untuk memimpin komunitas Tionghoa, Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Hemengkubuwono III mengutus Tan Jing Sing  yang diberi gelar K.R.T Secodiningrat I untuk menjadi Kapitan Tionghoa pada 1793.

Tan Jing  Sing kala itu juga menjabat sebagai Bupati Nayoko yang diangkat pada masa Pemerintahan Inggris di Indonesia oleh Gubernur Thomas Stamford Bingley Raffles. Sepeninggal  Tan Jing Sing pada tahun 1831, kepemimpinan komunitas Tionghoa dilanjutkan oleh anaknya yang juga menjabat sebagai Bupati dengan gelar K.R.T Secodiningrat II

Baca Juga : Mata Air Ndas Gending Magelang Tak kenal Musim Kering

Sejak tahun 1857, setelah sepeninggal K.R.T Secodiningrat II, terjadi kekosongan pimpinan pada komunitas Tionghoa di Magelang. Kasunanan Surakarta mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk memilih pemimpin dari Surakarta.

Menurut budayawan Tionghoa di Magelang, Kho Dji Tjay, melalui wawancara di video Youtube tersebut, menjelaskan bahwa usulan Kasunanan Surakarta ini dikabulkan oleh Belanda dan akhirnya dipilih Bhe Tjok Lok untuk menjabat sebagai Kapitan kelompok Tionghoa di Magelang yang baru.

Kapiten Be Tjok Lok inilah yang memiliki inisiatif untuk membangun  Kelenteng Liong Hok Bio bersama para dermawan  lain di  Magelang pada tahun 1864. Klenteng ini dibangun tepat di Gg Ngarakan yang tidak jauh dari Alun-Alun Kota Magelang.

Baca Juga: Wow! Ada Resto Mirip Tumpeng di Kawasan Bukit Menoreh

Kelenteng itu menjadi pusat peribadatan dan juga budaya Etnis Tionghoa. Gang Ngarakan sendiri sering dipakai untuk arak-arakan budaya Tionghoa, seperti tari  singa atau barongsai dan tari naga atau liong.

Melansir situs Okezone.com, Kelenteng Liong Hok Bio ini pernah terbakar di tahun 2104 silam. Api diduga berasal dari lilin yang sebelumnya dipakai untuk beribadah. Api cepat merambat dan membesar  karena sebagian besar material mudah terbakar.

Pada tahun 2016, Pemerintah Kota  Magelang memberikan dana anggaran bantuan untuk perbaikan Keleteng Liong Bok Hio. Pembangunan ulang ini tidak mengubah bentuk bangunan yang sudah berusia 150 tahun itu. Keleteng Liong Hok Bio yang sudah dipercantik ini diresmikan oleh Sekretaris Kemenag, Nur Syam, pada 25 Maret 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya