SOLOPOS.COM - Pegawai melayani peserta BPJS Kesehatan di Cikokol, Kota Tangerang, Banten, Rabu (1/7/2020). Iuran BPJS Kesehatan apakah bisa dicairkan mungkin sering menjadi pertanyaan peserta. (Antara/Fauzan)

Solopos.com, JAKARTA – Komisi IX DPR mendesak Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan untuk mengevaluasi hasil uji coba Kelas Rawat Inap standar (KRIS) terhadap pembiayaan tarif rumah sakit dan iuran peserta JKN.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris saat membacakan salah satu kesimpulan rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Gedung DPR Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri RI sebagai upaya percepatan implementasi KRIS di daerah serta menambah sampel uji coba penerapan KRIS pada tahun 2022, baik di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta,” kata Ali seperti dalam keterangan resmi dikutip, Rabu (21/9/2022).

Selanjutnya, agar pelaksanaan KRIS dapat diterapkan pada 2023, Komisi IX DPR juga mendesak Kemenkes, DJSN, dan BPJS Kesehatan serta K/L terkait untuk menyempurnakan regulasi dengan mempertimbangkan hasil uji coba pelaksanaan KRIS.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa konsep KRIS adalah menghadirkan satu kelas standar agar masyarakat memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan kesehatan yang mendasar.

Baca Juga: Sebanyak 42.444 Peserta Baru PBI di Wonogiri Dapat Layanan Kesehatan Gratis  

Dengan demikian, program ini akan menghapuskan layanan kelas 1, 2, dan 3 dari BPJS Kesehatan menjadi satu atau kelas standar, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sebagai informasi, uji coba KRIS telah mulai dilaksanakan di empat rumah sakit vertikal sejak 1 September 2022. Tujuan pelaksanaan uji coba tersebut secara khusus, di antaranya untuk mengetahui dampak KRIS terhadap mutu layanan rawat inap peserta JKN dan mengetahui dampak KRIS terhadap ketahanan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan.

Selain itu, KRIS diterapkan untuk mendapatkan analisa costing berdasarkan kebutuhan pembiayaan rumah sakit dalam memenuhi kriteria KRIS, baik medis maupun nonmedis.

Uji coba tersebut juga untuk memastikan dampak implementasi KRIS dapat diterima oleh peserta, faskes, asosiasi peserta dan pemberi kerja, pemangku kepentingan, serta kementerian/lembaga terkait melalui survei persepsi dengan gambaran komprehensif.

Baca Juga: Pemerintah segera Ubah Skema Subsidi Terbuka Jadi Tertutup

Hasil survei Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melaporkan dari 1.158 rumah sakit, sebanyak 80 persen setuju dengan kebijakan penerapan kelas rawat inap standar (KRIS), sedangkan 20 persen lainnya tidak setuju.

Kepala Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman mengakui masih ada sebagian rumah sakit yang belum setuju akibat perbedaan karakteristik masing-masing rumah sakit.

“Kalau menurut survei Persi, DJSN, dan Kemenkes umumnya RS menyambut baik penerapan KRIS. Adapun kalau ada RS yang lain mungkin dipengaruhi oleh kesiapan masing-masing RS dengan karakteristik yang berbeda-beda,” paparnya, Rabu (21/9/2022).

Lebih lanjut, Mickael menjelaskan pada paparan hasil survei sikap RS oleh DJSN saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR, Selasa (20/9/2022) menunjukkan 83 persen RSUD provinsi setuju dengan 9 kriteria KRIS, dan sisanya tidak.

Baca Juga: BSU Rp600.000 untuk Pekerja Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Mengapa?

Sementara untuk keseluruhan kriteria yang berjumlah 12, sebanyak 79 persen telah setuju dan sisanya, yaitu 17 persen tidak setuju. Sementara berdasarkan hasil survei Kemenkes dari 698 rumah sakit, belum ada rumah sakit yang memenuhi 12 kriteria tersebut.

Kriteria yang paling dibutuhkan oleh rumah sakit adalah nomor 8 dan 10, yakni kepadatan ruang dan kamar mandi dalam. Adapun 12 kriteria yang harus diimplementasikan seluruh rumah sakit terkait kelas standar, yaitu:

  1. Bahan bangunan di RS tidak memiliki porositas tinggi.
  2. Ventilasi udara.
  3. Pencahayaan ruangan.
  4. Kelengkapan tempat tidur (minimal 2 stop kontak, ada nurse call).
  5. Tenaga kesehatan satu orang per tempat tidur.
  6. Suhu ruangan di 20-26 derajat celcius dan kelembapan stabil.
  7. Pembagian ruang berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit dari infeksi, non infeksi, bersalin).
  8. Kepadatan ruangan maksimal empat tempat tidur per ruang rawat, memiliki jarak 1,5 meter antar tempat tidur, ukuran tempat tidur dapat disesuaikan.
  9. Tirai/partisi tempat tidur (jarak tirai 30cm dari kantai panjang min 2m, bahan tidak berpori).
  10. Kamar mandi dalam ruangan.
  11. Kamar mandi sesuai dengan standar.
  12. Aksesibilitas outlet oksigen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya