SOLOPOS.COM - Seorang petani di Desa Tenggak, Sidoharjo, Sragen, mengecek kondisi pompa air yang dimodifikasi menggunakan bahan bakar elpiji 3 kg di lahan persawahannya, Sabtu (6/9/2014). Penggunaan bahan bakar elpiji dinilai lebih hemat ketimbang menggunakan premium. (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Pemkab Sragen tak bisa memberikan sanksi kepada para petani terkait penggunaan elpiji 3 kg sebagai sumber bahan bakar pompa air yang sudah dimodifikasi. Selama ini, pemkab hanya melakukan imbauan meski penggunaan elpiji bersubsidi pada bidang pertanian tak sesuai peruntukan.

“Kalau saat ini kami melakukan tindakan belum bisa. Kami sifatnya mengimbau para petani untuk bisa mengurangi penggunaan elpiji sebagai bahan bakar pompa air yang sebenarnya untuk kebutuhan UMKM dan rumah tangga,” jelas Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (10/9/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tatag menjelaskan sanksi tak bisa diberikan juga disebabkan penggunaan elpiji oleh masing-masing warga sulit terdeteksi. “Saat pembelian tidak bisa terdeteksi elpiji mau digunakan untuk rumah tangga atau untuk pertanian. Kami berharap penggunaan elpiji tersebut sesuai peruntukannya,” ungkapnya.

Terkait kemudahan bagi para petani untuk kembali memanfaatkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi pompa air, Tatag Prabawanto menerangkan pihaknya juga tak bisa memberikan diskon pembelian BBM kepada para petani. “BBM itu sudah disubsidi dari pemerintah, masak akan disubsidi lagi kan juga tidak bisa,” urai dia.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Sragen, Nonok Sudjiyono, menegaskan pihaknya sebatas melakukan imbauan kepada para petani agar tak menggunakan elpiji sebagai bahan bakar pompa air bukan pelarangan. Disinggung opsi lain agar para petani kembali menggunakan BBM sebagai bahan bakar pompa air, pihaknya memilih menunggu sejumlah langkah dari hasil pertemuan sebelumnya berjalan selama sebulan. “Ditunggu satu bulan kedepan apa sudah kembali normal atau belum,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, mengungkapkan pihaknya tak sepakat jika tingginya permintaan elpiji 3 kg akhir-akhir ini disebabkan tersedotnya stok ke ke sektor pertanian. Dia menjelaskan tidak semua petani menggunakan elpiji sebagai bahan bakar pompa irigasi.

Lantaran hal itu, pihaknya berharap pemerintah kembali menata regulasi terkait penyaluran BBM agar para petani mendapat kemudahan memperoleh BBM sebagai bahan bakar pompa air. Selain itu, pihaknya juga tak sependapat jika pemkab melarang penggunaan elpiji untuk bahan bakar pompa air. “Hal penting juga, petani itu butuh untuk mencari kepentingan hidupnya. Jadi, jangan disalahkan. Dicari solusi terbaik seperti apa. Kalau perlu di Sragen ada regulasi untuk elpiji di pertanian,” urai dia.

Pada bagian lain, Polres Sragen menggelar pantauan ke sejumlah agen, pangkalan hingga pengecer yang ada di wilayah Bumi Sukowati. Pantauan tersebut juga dilakukan oleh jajaran polsek. “Kegiatan ini untuk menindaklanjuti keresahan masyarakat terkait kelangkaan elpiji. Kami juga libatkan di seluruh polsek. Sejauh ini, belum ada temuan,” jelas Kapolres Sragen, AKBP Dwi Tunggal Jaladri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya