SOLOPOS.COM - Ilustrasi Sapi (Dok/JIBI/Solopos)

Kelangkaan daging sapi direspons Polri dengan menggerebek perusahaan penggemukan sapi.

Solopos.com, JAKARTA – Polisi saat ini masih menelusuri dugaan pidana bagi perusahaan penggemukan sapi (feedloter) impor yang diduga sengaja menimbun sapi siap potong.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan sanksi pidana dapat dikenakan bagi perusahaan penggemukan sapi jika terbukti mereka melakukan praktik kartel.

“Dapat dikenakan pidana denda sekurang-kurangnya Rp100 miliar bila mereka terbukti bersalah,” kata Syarkawi saat dihubungi Bisnis/JIBI, Rabu (12/8/2015) malam.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut dia hal tersebut diatur dalam Undang-undang Persaingan Usaha. Selain itu, ujar Syarkawi, pelaku juga dapat dikenakan pidana bila diketahui menimbun kebutuhan pokok.

Pihaknya melihat kondisi melonjaknya harga daging dituding ada indikasi kartel yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.

“Kami masih investigasi, nanti jika sudah selesai kami akan umumkan temuan kami ke publik,” katanya.

Pada Rabu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim menggerebek perusahaan penggemukan sapi PT BPS dan PT TUM di Tangerang. Di PT BPS penyidik menemukan sekitar 3.164 ekor sapi, lalu terdapat 500 ekor sapi yang sudah layak jual atau potong, namun tetap berada di peternakan.

Adapun pemilik perusahaan tersebut adalah BH, PH, dan SH yang juga pemilik PT. TUM. Sementara saat penggeledahan di PT. TUM, penyidik menemukan data sapi berjumlah 18.524, sementara sapi layak potong sekitar 4.000 ekor masih di peternakan.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti mengatakan Polri menduga feedloter itu sengaja tidak menjual atau memotong sapi-sapi tersebut.

“Ini kenapa? Sedang dipelajari apakah ini ada pelanggaran hukum atau tidak akan tergantung hasil penelitian,” kata Badrodin.

Berdasarkan informasi yang ditelusuri Bisnis/JIBI, dalam UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tentang kartel. Pasal 11 menyebutkan; Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selanjutnya untuk sanksi pidana pokok diatur dalam Pasal 48 ayat (1) yang berbunyi; Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25 miliar dan setinggi-tingginya Rp10 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya enam bulan.

Sementara itu terkait penimbunan diatur dalam UU Perdagangan. Pasal 107 berbunyi; pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00.

Sementara Pasal 29 ayat (1); pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan.

Adapun dalam Pasal 53 UU Pangan menyebutkan pelaku usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan Pangan Pokok melebihi jumlah maksimal. Selanjutnya Pasal 54, pelaku usaha pangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dikenai sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran, dan pencabutan izin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya