SOLOPOS.COM - Seorang warga Deles, Sidorejo, Kemalang, Klaten mengambil air di Sendang Kali Reno, Selasa (11/9/2012). (Arief Setiadi/JIBI/SOLOPOS)


Seorang warga Deles, Sidorejo, Kemalang, Klaten mengambil air di Sendang Kali Reno, Selasa (11/9/2012). (Arief Setiadi/JIBI/SOLOPOS)

Suasana sepi menyambut kedatangan Solopos.com, di lereng Merapi, tepatnya di Dusun Deles, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Selasa (11/9/2012) pagi. Tidak ada aktifitas yang menonjol di daerah kawasan wisata alam tersebut. Rumah-rumah penduduk juga banyak yang tertutup rapat tanpa ada aktifitas.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Suasana hening itu pecah, ketika sepasang lelaki dan perempuan menggunakan sepeda motor melintas di jalan desa itu. Hal itu cukup menarik karena pengendara motor itu menenteng dua ember besar  berisi pakaian kotor. Solopos.com mencoba mengikuti pengendara motor itu, tiba-tiba mereka masuk ke jalan setapak menuju hutan yang ada di Merapi. Setelah melewati jalan setapak yang sangat sempit, akhirnya,mereka berhenti.

Dia adalah Lina, 20, dan Suparnu, 23, mereka datang ke hutan itu karena akan mencuci di sebuah sendang bernama Kali Reno. Sambil berjalan menuju sendang itu, mereka bercerita, terpaksa masuk ke dalam hutan untuk mencuci pakaian karena di rumah mereka tidak ada sumber air yang dapat dipakai.

Sesampainya di sendang yang dimaksud, Solopos.com, dibuat kaget dengan kondisi yang ada. Sendang itu airnya sangat sedikit, dengan kedalaman hanya sekitar sepuluh sentimeter. Tidak hanya itu, airnya juga kotor penuh lumut, sehingga warna air agak kehitam-hitaman. Menurut Lina, air yang ada di sendang itu sudah cukup membantu untuk keperluan mandi dan mencuci. Tidak hanya bagi dia maupun keluargannya, tetapi sendang itu juga dimanfaatkan oleh puluhan Kepala Keluarga (KK) yang berada di Dusun Deles.

Sambil memulai mencuci Lina bercerita, jika ada pilihan, dirinya dan warga lain tidak akan mencuci di sendang itu. Selain harus masuk hutan, kondisi airnya juga tidak memadai.

“Kalau musim hujan memakai air dari penampungan, sedangkan saat kemarau, ya sendang ini yang diandalkan,” katanya.

Lina pun mengaku khawatir, jika air sendang itu habis maka tidak ada lagi mata air yang bisa dipakai untuk mandi ataupun mencuci. Padahal saat ini Lina memprediksikan air di dalam sendang itu akan habis dalam satu hingga dua pekan ke depan. Suparnu juga mengatakan saat kemarau seperti ini dirinya dan warga lainnya membeli air yang dirasa cukup mahal yakni seharga  Rp120.000 sampai Rp210.000 untuk setiap tangki berukuran 5.000 liter. Dia mengatakan air itu hanya untuk keperluan sehari-hari seperti makan dan minum serta untuk ternak.

“Ya tidak mungkin air yang harganya mahal itu dipakai untuk mencuci. Untuk minum saja sudah diawet-awet,” katanya sambil tertawa.

Yang mereka harapkan saat ini adalah campur tangan pemerintah, baik itu di tingkat daerah maupun pusat, untuk mengatasi bencana kekeringan yang hampir tiap tahun terjadi di lereng gunung teraktif di dunia itu. Suparnu dan Lina berharap pemerintah mau memberikan bantuan air bersih bagi warga lereng Merapi. Namun bantuan yang mereka harapkan tidak seperti sekarang ini, yakni dropping air satu tangki untuk satu dusun.

“Tolonglah kami dibantu, paling tidak satu tangki air untuk dua KK, bagi kami air itu sangat berharga. Kami juga mohon agar pemerintah meninjau ke sini, agar tau seperti apa kondisi kami,” kata Lina dengan nada memelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya