SOLOPOS.COM - Seorang petani di Ceper menggunakan pompa air untuk menambah ketersediaan air di areal sawahnya, Kamis (25/6/2015). Sekali menyedot air dengan pompa air di musim kemarau, petani harus menyiapkan biaya operasional minimal Rp30.000. (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Kekeringan Klaten membuat petani di Ceper mulai menggunakan pompa air.

Solopos.com, KLATEN Sejumlah petani di Ceper mulai menggunakan pompa air untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahannya dalam satu pekan terakhir. Hal itu menyikapi mulai berkurangnya ketersediaan air selama musim kemarau. Salah satu petani di Klepu Kecamatan Ceper, Wahyono, 60, mengakui dampak datangnya musim kemarau mulai dirasakan para petani. Saat ini, sebagian besar petani di daerah setempat baru saja menanam padi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Rata-rata usia tanaman padi di sini di bawah satu bulan. Di usia seperti itu, tanaman padi sangat membutuhkan ketersediaan air. Dengan kata lain, air menjadi kebutuhan pokok tanaman padi. Kalau tidak dibantu dengan menyedot air [menggunakan pompa air], tanaman padi akan sulit berkembang, bahkan terancam kerdil. Sehingga, hasilnya pasti tidak akan maksimal,” katanya saat ditemui Solopos.com di areal sawahnya di Ceper, Kamis (25/6/2015).

Wahyono menjelaskan areal sawah yang digarap berkisar sepertiga hektare. Dengan luas seperti itu, biasanya Wahyono mengeluarkan biaya operasional Rp1,5 juta-Rp2 juta di musim penghujan. Kondisi itu sedikit berbeda di musim kemarau.

“Karena menggunakan mesin pompa, biaya operasional bertambah. Sekali menggunakan pompa air, butuh dana minimal Rp30.000 [untuk membeli bensin]. Padahal, dalam sekali musim tanam minimal perlu lima kali sedotan,” katanya.

Hal senada dijelaskan petani lainnya, Maryono, 25. Dirinya mengakui banyak petani yang lebih memilih menanam tanaman padi dibandingkan palawija di musim kemarau. Hasil panenan yang dinikmati di musim kemarau biasanya lebih menggiurkan dibanding musim penghujan.
“Di MT I, hasil 15 kuintal per patok [sepertiga hektare]. Di saat musim kemarau, hasilnya bisa mencapa 17 kuintal per patok. Asalkan, ketersediaan air cukup dan tidak ada serangan hama. Di musim kemarau ini, pancaran sinar mataharinya juga sangat cukup,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Klaten, Harjaka, mengakui beberapa kecamatan di Klaten tergolong sebagai daerah miskin air. Di antara kecamatan yang termasuk daerah miskin air di Musim Tanam (MT) II, seperti di Gantiwarno, Bayat, Cawas, Wedi, Prambanan, Karangdowo, dan Trucuk.

“Mestinya di musim kemarau seperti ini, petani menanam palawija. Tapi, banyak yang tak mematuhi hal itu. Para petani tetap menyukai menanam tanaman padi karena ingin mengejar keuntungan banyak meski risikonya tinggi [ketersediaan air menyusut],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya