SOLOPOS.COM - Satirah dan Sumo ketika membuat gaplek di ladang, Rabu (10/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Warga Dusun Danggolo, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus memiliki kebiasaan menjual hewan ternak untuk membeli air bersih ketika memasuki musim kemarau.

Salah satu warga, Satirah, 80, mengaku saat ini ia sudah mulai kekurangan air. Selama musim kemarau, ia baru membeli satu tangki air seharga Rp70.000. Itu pun ia gunakan dengan sangat berhemat. Misal, ingin mandi namun airnya tinggal sedikit, Satirah dan suaminya, Sumo, 80, lebih memilih hanya mencuci muka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Air tersebut harus cukup sampai musim hujan tiba,” ujar dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di ladangnya di Danggolo, Purwodadi, Tepus, Rabu (10/9/2014).

Satirah mengaku, air yang ia miliki saat ini tinggal sedikit. Kemungkinan, air yang ia miliki hanya bisa bertahan hingga seminggu lagi. Satirah mengaku, sudah kebingungan bagaimana ia akan mengisi kembali bak airnya.

“Saya biasanya menjual anak kambing. Tapi, anak kambing saya masih terlalu kecil. Saya tidak tahu harus bagaimana,” kata dia.

Biasanya, seekor anak kambing dijual dengan harga sekitar Rp400.000 hingga Rp500.000. Uang tersebut akan dibelikan air bersih. Namun, pembeliannya sekali tempo hanya satu tangki. Sisa uang akan disimpan untuk keperluan lain atau disimpan untuk membeli air jika stok air sudah habis. Menurut Satirah, air bersih tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan mandi. Selain itu, lanjut dia, air tersebut juga digunakan untuk air minum ternak di alas. Setiap hari, Satirah membawa 20 liter air ke alas untuk ternaknya.

“Cukup tidak cukup ya segitu [air untuk ternak],” imbuh dia.

Warga Danggolo hanya bisa mengandalkan hujan, membeli air, dan bantuan air besih jika ingin memiliki air. Namun, tidak semua warga kebagian air bantuan karena air tersebut disalurkan ke penampungan air umum. Warga yang sudah renta seperti Satirah, selalu kepayahan jika harus berjalan dan membawa air dari penampungan umum. Kalaupun ingin ke sumber air, Satirah harus berjalan sejauh enam kilometer ke sumber air Mendolo.

Warga lain, Sugito, 62, juga mengakui kebiasaan menjual ternak tersebut. Pasalnya, jika ingin menjual gaplek untuk membeli air bersih, diperlukan gaplek yang sangat banyak. Sugito mengungkapkan, satu kilogram gaplek dijual dengan harga Rp1.800. Jika ingin membeli satu tangki air seharga Rp70.000, maka warga harus menjual gaplek minimal 40 kilogram. Jumlah tersebut dinilai sangat banyak.

“Selama musim kemarau ini, saya sudah membeli air tiga tangki. Harus hemat. Semoga hujan segera turun,” ungkap dia.

Sugito mengatakan, air yang dibeli hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Bahkan, itupun belum tentu selalu cukup. Alhasil, tanaman yang dia tanam di ladang tidak pernah disiram jika hujan tidak turun. Namun, ia mengaku untuk tanaman ketela, tidak terlalu berpengaruh ketika kekurangan air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya