SOLOPOS.COM - Jumbadi, salah seorang petani di Desa Jepitu sedang memanfaatkan air yang berhasil diangkat dari sumber di Luweng Pulejajar, Desa Jepitu, Girisubo. Foto diambil beberapa waktu lalu. (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Kekeringan Gunungkidul, sumber air belum dimanfaatkan maksimal

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Keberadaan sumber air di Luweng Pulejajar, Desa Jepitu, Girisubo belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pasalnya, pengangkatan air yang dilakukan belum sampai dinikmati warga secara menyeluruh.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pegiat Komunitas Merangkul Bumi (Kombi) Desa Jepitu, Rubiyanto berharap ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan keberadaan sumber air di Luweng Pulejajar. Namun demikian, hingga sekarang belum ada tanda-tanda bantuan agar sumber air yang telah diangkat ke permukaan dapat dialirkan ke rumah warga.

“Kita sudah pernah ajukan bantuan tapi hingga sampai saat ini belum ada tindaklanjutnya,” kata Rubiyanto kepada Harianjogja.com, Senin (14/8/2017).

Menurut dia, untuk pemanfaatan tidak bisa mengandalkan dana swadaya dari masyarakat. Hal ini disebabkan masalah anggaran karena agar air dapat sampai mengalir ke rumah warga butuh biaya sekitar Rp2 miliar.

“Selain jarak rumah dengan lokasi sumber mencapai 5,5 kilometer, juga ada masalah beda ketinggian 230 meter sehingga butuh tenaga besar sehingga air dapat sampai rumah. Untuk mewujudkan hal ini butuh biaya yang tidak sedikit, sedang warga tidak memiliki anggaran tersebut,” ujarnya.

Rubiyanto menjelaskan, dari sisi potensi sumber di Luweng Pulejajar memiliki debit air yang melimpah. Di musim hujan, debit air di luweng bisa mencapai 150 liter per detik, sedang di musim kemarau meski ada penyusutan namun debitnya masih di kisaran 50 liter per detik. Hanya saja, sambung dia, dari potensi tersebut baru dimanfaatkan sebanyak 1,18 liter per detik. “Ini masih bisa ditingkatkan. Namun sayaratnya harus ada pipa tambahan yang dimasukan ke goa dengan panjang mencapai 1,2 kilometer,” ujarnya.

Akibat belum dimanfaatkannya potensi sumber secara maksimal, untuk mencukupi kebutuhan air banyak warga yang mengandalkan pelayanan dari PDAM meski aliran tidak lancar. Di sisi lain, kata Rubiyanto, warga juga ada yang membeli air dari truk pengangkut air.

“Sampai sekarang saya sudah beli tiga tangki. Sedangkan untuk mengambil dari sumber jaraknya jauh dan volume yang dibawa tidak bisa banyak,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan oleh Sukinah, salah seorang warga Desa Jepitu. Menurut dia, air dari Luweng Pulejajar meski sudah diangkat namun masih banyak terbuang karena belum dimanfaatkan warga secara luas.

“Airnya sudah diangkat dan dimasukan ke bak penampungan. Namun dikarenakan belum disalurkan ke rumah warga, air yang tertampung luber dan mengalir lagi ke lokasi luweng,” katanya.

Sukinah mengungkapkan, jika sumber air tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal maka wilayah Desa Jepitu dapat bebas dari krisis air, khususnya saat musim kemarau. “Untuk sementara air hanya dimanfaatkan oleh petani di sekitar luweng,” ujarnya.

Untuk diketahui, keberadan sumber air di Luweng Pulejajar sebagai bukti melimpahnya sumber sungai bawah tanah di Kabupaten Gunungkidul. Namun dibandingkan dengan sumber lainnya, lokasi di Pulejajar memiliki cirikhas sendiri. Pasalnya air di dalam sumber dapat terangkat dengan gaya gravitasi. Hal inilah yang membuat perbedaan karena di sumber lainnya seperti Sungai Bawah Tanah Bribin, air dapat terangkat karena tenaga hidrolis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya