Kekeringan Gunungkidul mulai dirasakan di Tepus.
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL — Memasuki bulan Oktober, sebagian warga di Kecamatan Tepus, Gunungkidul sudah mulai melakukan permohonan air bersih ke Pemerintah Kecamatan dikarenakan air hujan belum dapat mencukupi kebutuhan warga.
Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren
Camat Tepus, Sukamto kepada Harian Jogja, mengatakan saat ini banyak warga di sejumlah desa mulai memerlukan air bersih untuk keberlangsungan hidup sehari-hari. Maka dari itu, untuk memenuhi permintaan warga, pihak Kecamatan Tepus terus aktif melakukan dropping air ke sejumlah wilayah.
“Meskipun kemarau basah pada beberapa bulan terakhir ini, namun sebagian warga sudah ada yang membutuhkan air. Kita sudah mulai dropping air,” kata dia, Selasa (20/9/2016).
Sukamto menjelaskan selama ini ketersediaan air bersih masih menjadi permasalahan utama warga di Kecamatan Tepus. Selama musim hujan, warga hanya dapat mengandalkan air dari penampungan air hujan. Namun ketika musim kemarau datang seperti saat ini otomatis air di penampungan sudah tidak dapat mencukupi lagi sehingga terpaksa melakukan dropping air.
Dikatakannya bahwa air menjadi suatu kebutuhan utama bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan manusia namun juga untuk hewan ternak yang dimiliki. Sedangkan saat ini melihat fenomena telaga-telaga yang mulai mengering pun cukup menjadi keresahan tersendiri.
Sukamto mengatakan selama bulan September pihaknya terus melakukan dropping air ke sejumlah desa di Tepus. Dari total lima desa di Kecamatan Tepus, terdapat tiga desa yang menjadi tanggungjawab pihak Kecamatan untuk melakukan dropping air yakni Desa Purwodadi, Tepus, dan Sidoharjo. Sedangkan dua desa yang ditangani oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Gunungkidul untuk pemenuhan kebutuhan air bersih yakni Desa Giripanggung dan Sumberwungu.
“Nanti kita lihat pada bulan selanjutnya, apakah akan turun hujan atau tidak. Kalau tidak, kegiatan dropping air akan terus kami lakukan,” pungkas Sukamto.
Sementara itu, salah seorang warga Bambang Sulur pun mengaku selama musim kemarau masih selalu mengharapkan bantuan pengiriman tangki air bersih dari pemerintah terkait. Terlebih untuk kebutuhan pertanian di ladang yang menurutnya membutuhkan banyak persediaan air. Ia bersama warga desa lainnya pernah akan membuat sebuah bak penampungan air hujan (PAH) namun terkendala material yang sulit diperoleh.
“Selain itu ketika akan membuat penampungan air, akses jalan dan pasokan air pun juga tidak ada, jadi ya memang masih sering kekurangan air dan harus tunggu tangki,” kata dia.