SOLOPOS.COM - Kondisi Waduk Bade Boyolali, Selasa (18/8/2015). (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Kekeringan Boyolali menyebabkan stok air Waduk Bade menipis. 

Solopos.com, BOYOLALI — Persediaan air Waduk Bade di Desa Bade, Kecamatan Klego, Boyolali semakin kritis di setiap musim kemarau. Pengecekan ketebalan sedimentasi pun dilakukan sebagai pertimbangan urgensi pengerukan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Petugas operasional dan pemeliharaan (OP) Waduk Bade, Sutardi, 43, mengatakan pengecekan akan berlanjut dengan pembahasan apakah akan dikeruk atau ditambah bendungan dengan suplesi dari Sungai Braholo.

Program pengecekan sedimen dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana yang berkantor pusat di Semarang tersebut sudah berjalan hampir satu bulan. Hasil pengecekan dapat diketahui di bulan kedua, karena pengecekan dirancang selesai dalam dua bulan.

Dia menerangkan pengecekan bertujuan untuk mengukur penebalan sedimentasi lumpur yang menurutnya sudah tergolong tinggi.

Dia menambahkan begitu ada tender observasi pengerukan, hasil pengecekan tersebut akan memasuki tahapan penilaian uji coba di Semarang.

Realisasi pengerukan baru dapat dilakukan pascalolos penilaian di Jakarta. Menurutnya, sebelum sampai ke tahap penilaian oleh pusat di Jakarta, sudah kandas duluan saat penilaian di Semarang.

“Ini sedang diproses untuk mengetahui seberapa dalamnya lumpur Waduk Bade. Pengecekan seperti ini sebenarnya tahun-tahun kemarin juga dilakukan. Tapi selalu, gagal lolosnya justru waktu penilaian di Semarang, karena biasanya sudah kalah di penentuan prioritas,” tutur dia saat dijumpai di Waduk Bade, Selasa (18/8/2015).

Dia menjelaskan selain permasalahan sedimentasi, Waduk Bade belakangan ini juga lebih cepat mengering lantaran tak lagi mendapat suplesi. Semenjak dua tahun terakhir Waduk Bade berubah menjadi waduk tadah hujan. Saat ini kedalaman waduk hanya 3 meter dengan stok air yang makin menipis.

Menurutnya, sumber air dari Gandik di bukit Wonopotro dan Kali Pundung, Klego, sudah tidak mengalir semenjak dua tahun silam karena berbentur dengan kebutuhan warga yang juga mengambil dari kedua sumber tersebut.

Sementara itu suplesi dari Bendung Parean di Karanggede, Boyolali, memang sudah lama airnya tidak sampai ke Waduk Klego karena aliran langsung dialihkan ke persawahan Karanggede. Itu pun kadang tidak mencukupi.

Sementara itu, buka-tutup pintu air masih dilakukan meski dengan beberapa batasan ketentuan.

“Biasanya petani minta dialiri berapa hektere, nanti kami yang akan menghitung kira-kira berapa meter kubik yang harus dialirkan. Namun tidak dapat maksimal, menyesuaikan dengan kondisi air di waduk. Kita juga cek dulu ke lapangan sebelum memutuskan untuk mengalirkan,” terang dia.

Salah seorang petani, Tohir, 60, membenarkan hal tersebut, sebagian petani sudah menyepakati tanam palawija. Maing-masing kelompok tani juga telah mengecek langsung kondisi waduk.

“Untuk mencukupi kebutuhan air iya dari sumur pantek, mseki sumur pantek juga di sejumlah wilayah susah naik airnya,” tutur dia, Selasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya