SOLOPOS.COM - Warga berjalan melintasi kawasan waduk Kedungombo yang kering di desa Klewor, Kemusu, Boyolali, Kamis (3/10/2013). Waduk yang kering tersebut menjadi jalan pintas bagi para petani yang menanami kembali kebunnya yang sebelumnya tergenang air. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Warga berjalan melintasi kawasan waduk Kedungombo yang kering di desa Klewor, Kemusu, Boyolali, Kamis (3/10/2013). Waduk yang kering tersebut menjadi jalan pintas bagi para petani yang menanami kembali kebunnya yang sebelumnya tergenang air. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Warga berjalan melintasi kawasan waduk Kedungombo yang kering di desa Klewor, Kemusu, Boyolali, Kamis (3/10/2013). Waduk yang kering tersebut menjadi jalan pintas bagi para petani yang menanami kembali kebunnya yang sebelumnya tergenang air. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI — Sekitar 10.000 hektare (ha) lahan pertanian tadah hujan di Kabupaten Boyolali bera atau dibiarkan tidak ditanami tanaman. Hal itu menyusul minimnya pasokan air saat musim kemarau ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Boyolali, Bambang Purwadi, menyebutkan lahan bera seluas 10.000 ha tersebut tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Boyolali wilayah utara, seperti di Nogosari, Simo, Klego, Kemusu, Juwangi, Karanggede, dan Wonosegoro. Lahan tadah hujan tersebut rata-rata dibiarkan bera oleh pemiliknya karena saat ini merupakan puncak musim kemarau sehingga tidak bisa ditanami.

“Lahan tersebut bera sejak satu bulan lalu karena sebelumnya lahan bera tersebut bisa ditanami tanaman jenis palawija, seperti kedelai, jagung, kacang, dan rata-rata sudah dipanen,” jelasnya kepada wartawan, Sabtu (5/10/2013).

Pihaknya memperkirakan lahan bera tersebut akan bisa ditanami kembali Oktober ini.

“Berdasarkan perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diperkirakan Oktober ini sudah turun hujan,” katanya.

Disinggung upaya peningkatan hasil panen yang dilakukan Pemkab, Bambang mengatakan pihaknya menyelenggarakan bantuan Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu (SLPTT), baik untuk tanaman jagung, kedelai, dan padi bagi kelompok tani.

Menurutnya, untuk SLPTT jagung sebanyak 44 kelompok tani yang tersebar di sembilan kecamatan di 27 desa. Sedangkan untuk SLPTT kedelai diberikan kepada 66 kelompok tani yang tersebar di lima kecamatan di 31 desa. Dalam SLPTT jagung, jelasnya, kelompok tani akan memperoleh benih jagung dengan harga bersubsidi.

”Harga jagung hanya Rp12.547 per kilogramnya dari harga umum di pasaran sebesar Rp25.300 per kilogram,” terangnya. Sedangkan harga kedelai hanya dibeli oleh kelompok tani seharga Rp3.094/kilogram dari harga umum di pasaran Rp12.000/kilogram. Sementara untuk SLPTT tanaman padi, lanjut dia, kelompok tani akan mendapatkan benih padi bersubsidi.

“Untuk satu kilogramnya, petani hanya membeli Rp2.249 dari harga umum di pasaran harga benih padi Rp8.970 per kilogramnya,” paparnya.

Dijelaskan dia, jenis benih tanaman padi yang dikembangkan dalam program SLPTT  di antaranya jenis Mikongga, IR64, Situ Bagendit, Membramo dan jenis Pepe.

“Selain mendapatkan benin bersubsidi, kelopok tani tersebut juga mendapatkan teori dan praktek tentang tata cara pertanian yang baik dan benar sesuai petunjuk teknis pertanian,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya