SOLOPOS.COM - ilustrasi KDRT ( JIBI/dok)

Kekerasan perempuan masih menjadi PR bersama.

Harianjogja.com, JOGJA — Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY berupaya mendorong pemenuhan hak perempuan di berbagai instansi baik pemerintahan maupun perusahaan. Kasus kekerasan terhadap perempuan di 2016 mencapai 1.280 yang didominasi bentuk kekerasan fisik dan psikis.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Baca Juga : Jumlah Kasus Kekerasan Perempuan Masih Ribuan, Mayoritas Secara Psikis

Ekspedisi Mudik 2024

Sekretaris BPPM DIY Carolina Radiastuty menyampaikan dari berbagai analisis munculnya kekerasan terhadap perempuan, berawal dari keluarga. Menurutnya, keluarga dianggap dari pangkal segala persoalan kekerasan terhadap perempuan. Karena itu pihaknya memiliki program peningkatkan perlindungan perempuan anak.

Selain memberikan pendampingan terhadap korban, sekaligus melakukan pencegahan melalui sosialisasi delapan fungsi dan peran keluarga yang dinilai sudah mengendor di tengah masyarakat. Delapan fungsi tersebut antara lain, agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan. Itu erat kaitannya dengan hak perempuan dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab yang sama baik sebagai orangtua maupun pasangan suami istri, sehingga wanita tidak hanya memasak, melahirkan dan bertatarias semata. Namun pekerjaan wanita juga bisa dilakukan pria sebagai tanggung jawab di keluarga.

“Sasaran kami sekarang keluarga, mungkin dengan banyaknya kekerasan itu karena delapan fungsi dan peran keluarga tidak diterapkan di masyarakat,” tegasnya, Kamis (20/4/2017)

Terkait pemenuhan hak-hak perempuan dalam berpolitik, lanjut dia, BPPM DIY beberapa kali bekerjasama dengan partai politik untuk sosialisasi keterwakilan perempuan dalam politik. Akantetapi, dalam legislatif di periode saat ini justru terjadi penurunan persentase keterwakilan perempuan dibanding periode sebelumnya. Jika sebelumnya ada 12 wanita anggota legislatif namun saat ini hanya tersisa enam wanita saja. Di eksekutif, keterwakilan pejabat di Pemda DIY dinilai sudah lumayan sekitar 30% pejabat struktural diduduki wanita.

“Kalau hak pendidikan, saya kira di DIY sudah sangat memadai ya,” ujarnya.

Carolina menambahkan, di beberapa instansi sudah ada yang responsif terhadap hak perempuan, salahsatu penyediaan ruang laktasi dan tempat penitipan anak (TPA) sebagai salahsatu hak di bidang kesehatan, utamanya pascapersalinan. Namun, ia mengakui, masih banyak instansi pemerintah yang belum respons terhadap kebutuhan perempuan. Bahkan kadang ada yang memiliki pemikiran kurang sesuai,bahwa para PNS sebagian besar sudah tua sehingga tidak perlu ada laktasi. Pihaknya mendampingi 41 SKPD di lingkungan Pemda DIY dalam rangka menciptakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan maupun pengadaan yang ramah perempuan.

“Tetapi ada juga yang responsif, salahsatunya Dinas PUP-ESDM [DIY], meskipun di sana itu banyak prianya, tetapi ada TPA-nya di area dinas. Kami mendorong instansi lain ada, karena ini bagian dari kebutuhan dan hak perempuan,” tegasnya.

Sementara dalam hak ketenagakerjaan, meski BPPM DIY belum melakukan penelitian di setiap perusahaan. Namun ia menyadari masih adanya perusahaan yang tidak memberikan gaji yang sama antara perempuan dan laki-laki. Bahkan pemberian cuti kurang dari tiga bulan pun dimungkinkan masih ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya