SOLOPOS.COM - Ilustrasi tindak anarkistis (JIBI/Solopos/Antara)

Kekerasan terhadap wartawan dialami lima jurnalis di Rembang saat meliput korban kecelakaan kerja di PLTU Sluke yang membuat PWI Jateng turun tangan.

Semarangpos.com, SEMARANG Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah (Jateng) menurunkan tim advokasi guna mendampingi lima jurnalis yang menjadi korban tindak kekerasan saat akan meliputi korban kecelakaan kerja yang terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Desa Leran, Kecamatan Sluke, Rembang, Rabu (18/8/2016) lalu.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Tim advokasi yang dipimpin Ketua Lembaga Advokasi Wartawan (LAW) Jateng Zaenal Petir itu siap menjalankan tugas mulai Selasa (23/8/2016) ini. “Besok rencana tim advokasi ini akan langsung mendampingi kelima wartawan yang menjadi korban tindak kekerasan itu melaporkan peristiwa yang dialami ke Mapolres Rembang. Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum,” ujar Ketua PWI Jateng Amir Machmud N.S. saat dihubungi Semarangpos.com, Senin (22/8/2016).

Sebelumnya, lima wartawan Rembang, yakni Jamal AG dari Suara Merdeka, Sarman Wibowo dari Semarang TV, Diky Prasetyo dari Radio Pop FM, Heru Budi dari Radio CB FM, dan Wisnu Aji dari Radar Kudus mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari sekelompok orang yang diduga oknum pengelola PLTU Sluke di Rembang. Kelima wartawan itu dihalang-halangi saat akan meliput kecelakaan kerja yang dialami empat pekerja PLTU Sluke Rembang yang tengah dirawat di RS dr Soetrasno, Rembang.

Tindakan kekerasan dimulai saat handphone wartawan Radar Kudus dirampas oleh orang-orang itu. File-file fotonya dihapus.

Tak cukup sampai di situ, sekelompok orang yang diduga merupakan pekerja di PLTU Sluke juga mengejar wartawan Semarang TV, Sarman Wibowo. Bahkan, di antara mereka ada yang mengejar sambil berteriak mengajak mengeroyok dan membunuh sehingga membuat Sarman harus menjalani perawatan medis di Semarang karena mengalami sakit jantung.

Amir Machmud menegaskan tindakan para oknum tersebut sangatlah biadab dan melanggar Undang-Undang (UU) Pers No. 40 Tahun 1999. Para oknum itu jelas melanggar karena menghalang-halangi kinerja wartawan sekaligus menutup-nutupi informasi ke publik. “Sudah jelas mereka ingin menutup-nutupi kecelakaan kerja itu. Makanya, saat ada wartawan yang meliput, mereka berusaha menutupi, bahkan dengan menggunakan tindakan anarkistis dan intimidasi,” imbuh Amir.

Amir berharap dengan adanya tim advokasi PWI Jateng itu maka para oknum yang melakukan kekerasan terhadap lima wartawan peliput kecelakaan di PLTU Rembang bisa diproses secara hukum. Tim advokasi itu nantinya akan bertugas menghimpun data, melakukan kajian, dan pendampingan agar insiden penghalangan tugas wartawan itu cepat terungkap.

“Kami enggak mau kasus ini hanya diselesaikan secara dialog. Kami mau melalui proses hukum. Yang bersalah ya harus dihukum supaya ini menjadi shock therapy bagi pihak-pihak yang suka meremehkan pekerjaan jurnalis dan tindak kekerasan seperti ini tidak terjadi lagi,” imbuhnya.

Kekerasan terhadap wartawan di Indonesia belakangan ini memang acapkali terjadi. Sebelum kasus yang menimpa wartawan Rembang, kekerasan juga dialami dua wartawan asal Medan yang diinjak-injak aparat pertahanan negara dari TNI AU. Saat itu, kedua jurnalis tengah meliput sengketa lahan di Medan.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya