SOLOPOS.COM - Kepala BP3A & KB Jawa Tengah, Sri Kusuma Astuti ketika ke Sragen, Kamis (14/1/2016) (Tri Rahayu/JIBi/Solopos)

Kekerasan terhadap anak di Sragen yang dialami siswi SMP mengundang keprihatinan banyak pihak.

Solopos.com, SRAGEN — R, 14, yang menjadi korban kekerasan anak asal Karangmalang, Sragen tidak masuk sekolah sejak November 2015. Gadis yang dilucuti dan diarak tetangganya itu diduga trauma masuk sekolah karena malu dengan teman-temannya.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Sementara Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3A & KB) Jawa Tengah turun tangan untuk mengembalikan kondisi psikis R.

R tercatat sebagai salah satu siswa kelas I di SMP swasta yang terletak di perbatasan Sragen-Karanganyar. Kepala SMP tersebut, Sh, mengatakan R tidak masuk sekolah selama dua bulan terakhir tanpa keterangan yang jelas.

Dia menyampaikan ujian sementer pun tidak diikuti R sehingga yang bersangkutan tak memiliki nilai pada rapor semester I.

“Saya dan guru sudah berkunjung ke rumahnya di Karangmalang untuk membujuk R agar kembali belajar. Kami home visit ke rumah R sebanyak 3-4 kali. Kunjungan kami terakhir pada Selasa (5/1) dan bertemu langsung dengan R. Tetapi R bersikukuh tidak mau masuk sekolah karena malu,” ujarnya.

Sh tidak mau mencampuri urusan keluarga R. Dia hanya mau mengurusi R selama masih berkaitan dengan persoalan sekolah. Kendati tak masuk berbulan-bulan, Sh belum mengeluarkan R dari sekolah itu. “Kami masih menerima R kapan pun untuk belajar kembali,” katanya.

Terpisah, Kepala BP3A & KB Jawa Tengah, Sri Kusuma Astuti, bersama anggota Dewan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) Sragen mengunjungi selter rehabilitasi anak di Sambirejo yang diasuh Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sragen, Sugiyarsi. Sejak Selasa (12/1/2016), R dirawat dan tinggal di selter tersebut.

“Ya, kami mendengar ada anak yang menjadi korban kekerasan. Kami ingin melihat kondisi anak itu dan mencari kebenaran informasi tersebut. Bila benar seperti itu, kami akan memberi pendampingan khusus untuk mengembalikasn kondisi psikisnya agar bisa sekolah lagi. Saya dengar anak itu sudah tidak sekolah lagi. Demi masa depan anak, kami mengupayakan dia tetap sekolah,” kata Kusuma, sapaan akrabnya.

Kusuma menyebut ada Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di setiap kabupaten/kota. Di Sragen pusat pelayanan terpadu itu bernama Dewan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA).

Kusuma menjelaskan selama ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ditangani DPPA itu karena didalamnya ada unsur kepolisian, kejaksaan, lembaga bantuan hukum, dan seterusnya.

“Kalau unit di kabupaten tidak mampu menangani bisa dilimpahkan ke provinsi. Kebutuhan kesehatannya akan kami fasilitasi. Dari kabupaten sudah mendekati sekolah terkait agar tetap menerima R. Kalau malu dengan teman-temannya, R bisa sekolah di sekolah lain. Konsentrasi sekarang masih pada pemulihan psikisnya,” kata Kusuma.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya