SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan terhadap anak (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kekerasan terhadap anak makin memprihatinkan. Peringkat pertama dan kedua jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Jateng ada di wilayah Soloraya.

Solopos.com, SEMARANG — Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (KPK2BGA) Jawa Tengah mengungkapkan sebanyak 1.035 orang anak menjadi korban tindak kekerasan pada 2013.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

”Korban terdiri dari 219 orang anak lelaki dan 819 orang anak perempuan. Sedang untuk data 2014 masih dalam penyusunan,” kata anggota KPK2BGA Jawa Tengah (Jateng), Denny Septiviant di Semarang, Senin (22/12/2014).

Tindak kekerasan terhadap anak tersebut, lanjut dia, terjadi merata di 34 kabupaten/kota di Jateng, hanya Kabupaten Blora yang nihil.

Sedang daerah paling tinggi kasus kekerasan terhadap anak adalah Boyolali yang mencatatkan 62 kasus (tiga laki-laki dan 59 perempuan), disusul Klaten 58 kasus (16 laki-laki dan 42 perempuan), Jepara 55 kasus (55 perempuan), Brebes 51 kasus (11 laki-laki dan 40 perempuan), dan Kendal 50 kasus(12 laki-laki dan 38 perempuan).

Untuk kasus kekerasan anak di wilayah lain Soloraya, Solo enam kasus (satu laki-laki dan lima perempuan), Sukoharjo 17 kasus (tujuh laki-laki dan 10 perempuan), Wonogiri 32 kaus (tiga laki-laki dan 29 perempuan), Sragen 20 kasus (empat laki-laki dan 16 perempuan), dan Karanganyar delapan kasus (laki-laki nihil dan delapan perempuan).

Kekerasan Seksual Terbanyak
Denny lebih lanjut menyatakan jenis kekerasan terhadap anak antara lain fisik, psikis, seksual, eksploitasi, penelantaran, dan trafficking.

”Paling banyak jenis kekerasan seksual terhadap anak tercatat sebanyak 636 kasus, kemudian kekerasan fisik sebanyak 209, dan psikis sebanyak 163 kasus,” ungkapnya.

Penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, menurut dia, antara lain konstruksi yang keliru tentang anak, di mana anak dianggap sebagai aset. Persepsi yang salah bahwa kekerasan sebagai hal yang biasa dan merupakan hak dari pelaku.

Pengaruh globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) khususnya teknologi informasi selain berdampak positif juga menimbulkan dampak negatif dengan meningkatnya penyebarluasan pornografi.

“Sedang penanganan terhadap anak korban kekerasan di Jateng selama ini belum optimal,” tandasnya. Pasalnya, sambung dia, isu tentang kekerasan belum dianggap sebagai yang penting, sehingga berdampak pada kebijakan yang kurang tepat dan alokasi anggaran yang kurang memadai.

Sementara itu partisipasi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan perlindungan korban kekerasan berbasis gender dan anak belum maksimal.

”Peran media massa yang dalam beberapa pemberitaannya terhadap korban kekerasan anak-anak juga tidak sensitif, masih mengungkap keluarga identitas korban,” ujarnya.

Padahal untuk menangani tindak kekerasan terhadap anak-anak sudah ada peraturan perundang-undangan yang melindungi anak, antara lain UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Ada juga Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 1/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Di tingkat daerah ada Perda Provinsi Jawa Tengah No. 3/2009 tentang Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak.

Selanjutnya, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No 411/91/2009 tanggal 16 November 2009 tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Provinsi Jawa Tengah.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya