SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi. (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kekerasan Jogja untuk kenakalan remaja dapat diatasi dengan beberapa cara

Harianjogja.com, JOGJA — Tim Advokasi Pelajar Korban Kekerasan DIY mengajak semua elemen untuk tanggap mengatasi kejahatan klithih yang sedang marak di Jogja lewat komitmen gerakan bersama. Tim tersebut menyatakan, pemberantasan klithih tidak bisa hanya melibatkan aparat penegak hukum saja, dalam hal ini kepolisian.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Pihak lain seperti sekolah, guru, keluarga, masyarakat, rekan sekolah hingga alumni pun diharapkan bisa turut ambil bagian memberantas klithih berdasarkan porsinya masing-masing.

Direktur Clinic of Community Empowerment Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Hadi Suyono mengungkapkan, berkembangnya aksi klithih yang melibatkan remaja sekolah tidak terlepas dari kondisi sosial dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Untuk itulah upaya preventif mutlak dilakukan untuk memutus mata rantai kenakalan remaja yang menjurus ke tindak kriminalitas ini.

“Upaya kuratif untuk penanganan tindakan klithih ini dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan penangkapan dan pemberian sanksi pidana. Tapi untuk menyelesaikan kasus ini harus ada upaya preventifnya pula. Pencegahan yang melibatkan seluruh lapisan, itu sangat efektif,” ujar Hadi dalam jumpa pers terkait penanganan kekerasan pelajar sekolah melalui cara kuratif dan preventif yang berlangsung di kampus I UAD, Rabu (21/12/2016).

Pakar bidang psikologi UAD tersebut lantas mengemukakan perlunya kesadaran membangun sense of community dalam masyarakat.

Menurutnya  lunturnya budaya saling mengingatkan dalam kehidupan sosial masyarakat turut menjadi pemicu semakin maraknya aksi kekerasan ini.

“Dahulu semangat saling mengingatkan dalam bermasyarakat itu sangat kental sekali. Apabila ada anak seorang tetangga terlibat pergaulan yang berpotensi ke arah negatif, baik tetangga maupun kerabat selalu mengingatkan. Berbeda dengan sekarang pada acuh tak acuh bahkan terlalu individualistik,” papar Hadi.

Akhirnya tidak ada kontrol sosial si anak di masyarakat. Kondisi bisa semakin parah apabila dalam internal keluarga, orangtua si anak masa bodoh terhadap pergaulan anaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya