SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kekerasan Gunungkidul, anak memiliki risiko besar menjadi korban

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL — Dalam tiga tahun terakhir, anak-anak tetap menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan di Kabupaten Gunungkidul. Dari berbagai jenis tidak kejahatan yang menimpa anak-anak, kekerasan seksual selalu menjadi pemuncak daftar.
Dari data yang diperoleh di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3AKPMD) Kabupaten Gunungkidul, sejak tahun 2014 hingga 2016, anak-anak kerap diperlakukan secara semena-mena.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Baca Juga : KEKERASAN GUNUNGKIDUL : Anak-Anak Adalah Kelompok Yang Paling Rentan

Ekspedisi Mudik 2024

Terkait kekerasan seksual, Manajer Divisi pendampingan Rifka Annisa, Indiah Wahyu Andari  menyebut hal tersebut erat kaitannya dengan nilai-nilai maskulinitas yang berkembang di masyarakat. Ia menyebut pelaku kekerasan seksual terhadap anak, sebagian besar dilakukan oleh laki-laki. Indiah mengatakan, nilai-nilai maskulinitas di Indonesia masih didominasi oleh hal-hal berbau penundukan terhadap lawan jenis.

Karena itulah ia menyebut perlu ada perombakan nilai-nilai maskulinitas. Indiah menyebut seharusnya laki-laki disebut maskulin ketika ia menjadi seseorang yang pengasih dan bukan individu yang suka menunjukkan kekuasaannya.

Indiah melanjutkan, selama ini kasus kekerasan seksual pada anak selalu dilakukan oleh orang dekat dan pihak-pihak yang mengetahui keseharian korban.

“Bisa dipastikan kekerasan seksual adalah kejahatan yang sudah direncanakan,” jelasnya, Selasa (19/9/2017).

Sebagai antisipasi, ia menyebut para orang tua dan anak juga harus diberikan penyadaran.

Terpisah, Kepala DP3AKPMD Kabupaten Gunungkidul, Sujoko, mengatakan pihaknya telah berusaha untuk mengatasi permasalahan kekerasan pada anak dengan mengadakan berbagai usaha, salah satunya adalah Pelatihan Pencegahan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak di wilayah destinasi wisata. Pelatihan ini diadakan di Pantai Kukup beberapa waktu lalu.

Pelatihan tersebut menghadirkan pihak End Prostitution, Child Pornography and Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia sebagai pembicara. Sujoko mengatakan, pelatihan dilakukan karena daerah wisata merupakan tempat yang kerap menjadikan anak sebagai korban kekerasan dan ekploitasi.

“Outputnya adalah pengusaha dan pokdarwis [kelompok sadar wisata] di sana harus membuat komitmen untuk tidak mempekerjakan anak-anak. karena di pantai kan banyak hotel dan tempat karaoke jadi rawan terjadi kekerasan seksual jika anak diperkerjakan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya