SOLOPOS.COM - Romo Aloysius Budi Purnomo (kanan) memainkan saksofon dalam aksi memperingati Hari Toleransi Internasional di Kota Semarang, Jateng, Jumat (18/11/2016). (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Keistimewaan DIY, Parampara Praja bergerak cegah radikalisme

Harianjogja.com, JOGJA — Paska-penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Parampara Praja DIY bergerak cepat. Bertempat di Swissbell Hotel, Rabu (26/7/2017), mereka menggelar Dengar Pendapat dengan beberapa pihak terkait. Dengan menghadirkan beberapa instansi, mulai dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, kepolisian, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga kalangan akademisi, mereka bermaksud menjaring ide, gagasan, dan aspirasi terkait pencegahan intoleransi dan radikalisme di DIY.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga : KEISTIMEWAAN DIY : Ini Peran Asisten Keistimewaan

Ekspedisi Mudik 2024

Anggota Parampara Praja Prof.Dr.Amin Abdullah menjelaskan dari hasil dengar pendapat itu, pihaknya menarik benang merah yang nantinya akan dijadikan rekomendasi kepada Gubernur DIY. Benang merah itu antara lain terkait dengan sikap pemerintah dalam menghadapi potensi intoleransi dan radikalisme tersebut.
Berdasarkan penuturan beberapa pihak, kunci penanganan masalah itu adalah kecermatan dan kehati-hatian. Saat menduga adanya potensi, pemerintah jangan sampai menindaklanjutinya secara tergesa-gesa.

“Kami sarankan pemerintah harus mencermatinya terlebih dulu. Agar nantinya tidak salah langkah, salah tangkap, salah panggil orang,” katanya saat ditemui usai acara.

Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mengedepankan musyawarah mufakat. Dengan begitu, pemerintah bisa mendapatkan informasi lebih akurat.

Baca Juga : KASUS INTOLERANSI JOGJA : Jumlah Laporan Bertambah, Jogja Krisis Keistimewaan?
Selain itu, ia pun beranggapan posisi DIY yang nyaris selalu jadi sorotan publik nasional kerap mengakibatkan fenomena dan peristiwa sekeecil apapun akan terpublikasi secara besar-besaran. Oleh karena itulah, semua pihak, mulai dari aparat keamanan, akademisi, hingga masyarakat luas harus turut waspada.Meski begitu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak bertindak sendiri. Pasalnya jika masyarakat mengambil tindakan sendiri, ia khawatir tindakan itu akan bersifat subjektif.

“Saat menemukan indikasi toleransi dan radikalisasi sekecil apapun, dicermati, dicatat, lalu laporkan,” tegas mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga itu.

Senada, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Nandang Sutrisno menilai dalam menyelesaikan persoalan intoleransi dan radikalisme memang diperlukan cara yang lebih kekeluargaan. Dicontohkannya, sekitar 2015 lalu, ketika di lingkungan kampusnya ditemukan indikasi keterlibatan mahasiswa dan aparaturnya sebagai simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pihaknya tidak serta merta menerapkan penyelesaian secara tangan besi.

“Kami lebih memilih untuk memanggil mereka, kami ajak bicara. Ternyata cara ini jauh lebih efektif. Sampai sekarang, kami bersih dari organisasi itu, padahal kami adalah kampus berbasis agama,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya