SOLOPOS.COM - Mahkota tertua di dunia yang ditaksir berusia 6.000 tahun (Dailymail.co.uk)

Harianjogja.com, JOGJA– Rencana mengatur penyiapan putra mahkota Kraton dan Kadipaten yang memenuhi syarat calon gubernur dan wakil gubernur dalam rancangan peraturan daerah istimewa (raperdais) soal pengisian jabatan gubernur dan wagub gagal. Sebab dari hasil penyusunan kebijakan (konsiyering) bersama Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh pekan lalu, pengaturan itu dinilai tidak perlu.

“Dinilai terlalu memasuki ranah kasultanan,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperdais Pengisian Jabatan Gubernur, Isti’anah Zainal Asiqin, Selasa (19/8/2014).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebelumnya, Pansus mengusulkan pasal itu dalam draft perdais pengisian jabatan gubernur, karena Kraton dan Kadipaten memiliki kewajiban untuk menyiapkan calon gubernur wakil gubernur yang memenuhi syarat baik administrasi ataupun kapasitasnya. Kendati demikian, dalam pembahasan bersama Kraton dan Kadipaten, penyiapan putra mahkota itu menjadi perdebatan yang tak berujung.

Menurut KGPH Hadiwinoto, Lurah Pangeran Kraton, proses diangkatnya seorang putra mahkota yang berkaitan dengan nilai- nilai spiritual kraton tak dapat diselaraskan dalam proses penyiapan pengisian jabatan gubernur. Proses pengangkatan putra mahkota menjadi seorang Sultan, menurut adik HB X itu pun tak sinkron dengan istilah penobatan yang dipakai dalam draft raperdais. Menurut Gusti Hadi, kata yang pas adalah ‘jumenengan’.

Jumenengan itu dilakukan di Bangsal Manguntur Tangkil yang terletak di bangunan Siti Hinggil, lalu setelahnya Sultan bertahta memplokamirkan diri sebagai yang berkuasa di Kraton. Sultan itu juga masih menjalani legitimasi lainnya dari internal kraton, yakni ngabekten antar kerabat Kraton sebagai tanda bahwa jumenangan tersebut diakui.

Berdasarkan aturan adatnya, putra laki- laki seorang permaisuri adalah otomatis putra mahkota. Kalaupun tidak ada permaisuri, anak laki- laki tertua merupakan calon putra mahkota.

”Semua laku spiritual itu harus dijalani dan kalau bukan haknya ‘mujur ngalor’ (meninggal),” ujar Gusti Hadi.

Menurut Zudan Arif, kata Isti’anah, pengaturan seperti itu terlalu teknis jika dimasukan dalam perdais. Karenanya Pansus dalam raperdais itu hanya akan mencantumkan mengenai pengertian ‘Jumeneng’. Kendati demikian, dari hasil konsiyering tersebut Kraton dan Kadipaten diminta untuk melakukan pengaturan penyiapan putra mahkota dalam hukum tertulis dan dipublis. Toh, mengenai kewajiban untuk membuat aturan suksesi tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan.

Isti’anah mengatakan materi suksesi tersebut paling menguras pikiran di Pansus. Karenanya Pansus meminta perpanjangan waktu tiga hari dari waktu yang diberikan untuk membahasnya sampai 22 Agustus.

“Kami minta perpanjangan sampai 25 Agustus,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya