SOLOPOS.COM - DUKUNGAN -- Mural bertema dukungan atas status istimewa DIY terlihat di salah satu sudut jalan di Kota Jogja beberapa waktu lalu. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com, JOGJA-Selain persoalan regulasi, keterbatasan pegawai menjadi kendala Dana Keistimewaan (danais) 2014 belum terserap secara maksimal.

“Kondisi kabupaten/kota sama dengan provinsi kewowogen(beban pekerjaan berlebihan),” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto di Komplek Kepatihan, akhir pekan lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di Dinas Kebudayaan Kulonprogo, misalnya, pada tahun ini mendapatkan alokasi danais sebesar hampir Rp18 miliar. Padahal, kata Tavip, intansi yang hanya memiliki empat pegawai esselon empat untuk menggarap program kegiatan itu hanya terbiasa mengelola dana APBD Kulonprogo sebesar Rp400 juta per tahun.

Untuk memaksimalkan penyerapan itu, Wakil Menteri Pendidikan Nasional dan Budaya Windu Nuryanti pekan lalu memanggil Bappeda DIY. Tavip mengatakan danais yang belum mampu terserap maksimal karena terganjal permasalahan SDM menjadi pencermatan kementerian. Karenanya ia menyarankan badan kepegawaian daerah (BKD) nantinya dapat terlibat dalam pengalokasian unit pegawai untuk memberikan pendampingan ke intansi yang kekurangan tenaga.

Sedangkan program yang belum jalan kebanyakan fisik. Salah satunya realisasi Museum Gunung Merapi yang batal karena juga terkendala syarat teknis analisa dampak lingkungan. Adapula rehabilitasi bangunan cagar budaya rumah bangsawan Kraton yang malah belum dilakukan lelang.

Masalah keterbatasan tenaga dan regulasi itu, ujar Tavip, adalah yang menimbulkan kesan pada publik jika anggaran tidak turun sampai ke masyarakat. Kendala itu yang membuat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) memilih program yang mudah dikerjakan, padahal banyak program by desain untuk masyarakat seperti dana untuk desa wisata, bantuan seni dan fasilitasi budaya.

Sebenarnya, menurut dia, kendala keterbatasan tenaga sudah diupayakan dengan pembentukan kelembagaan baru lewat peraturan daerah istimewa turunan soal kelembagaan, tapi raperdais itu belum juga dibahas. Gubernur memiliki rencana membuat dinas itu lebih ‘gemuk’ tujuannya untuk memperluas pendistribusian pekerjaan.

Selain itu, perdais bidang budaya juga mendesak karena dengan perdais induk yang telah disahkan definisi budaya masih terlalu makro. Sehingga, belum bisa menjawab bisa tidaknya danais untuk membiayai jathilan, ngawitan, dan lain sebagainya karena masih menimbulkan pro kontra kesenian itu dianggap syirik.

Karenanya ia menagih komitmen Dewan untuk segera menyelesaikan perdais turunan sebelum habisnya masa jabatan periode Dewan 2009-2014 Agustus mendatang.

Kepala Badan Legislasi DPRD DIY Sadar Narima menarget perdais turunan dibahas pada Juli setelah agenda kegiatan panitia khusus sejumlah perda usai. Ia berencana menyelesaikan lima perdais turunan pada tahun ini, namun tidak seluruhnya dengan anggota dewan periode 2009-2014. Dengan begitu, tidak perlu mencabut lima raperdais itu dari prolegda tahun ini.

“Namun draft yang sudah siap dari baru eksekutif raperdais kelembagaan dan pengisian jabatan gubernur wakil gubernur saja,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya