SOLOPOS.COM - Penampilan penari Gambyong dalam menyambut kehadiran Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam acara Kenduri Rakyat di Pasar Beringharjo Jogjakarta, Kamis (31/8/2017). (Harian Jogja/Marwan Yotha)

Keistimewaan DIY mendapat banyak evaluasi

Harianjogja.com, JOGJA — Sejak lima tahun ditetapkan, status keistimewaan pada DIY mendapatkan banyak evaluasi. Kali ini giliran Paguyuban Dukuh se-DIY Semar Sembogo.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Bertempat di Hotel Ros-In, Rabu (13/9/2017), mereka menggelar audiensi dengan pihak Parampara Praja DIY. Mereka menyampaikan sejumlah usulan kepada Parampara Praja agar nantinya disampaikan kepada Gubernur DIY.

Ditemui usai audiensi, Ketua Semar Sembogo Sukiman menjelaskan selama ini pihaknya merasa kurang dilibatkan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi terkait Danais tersebut. Padahal, dalam struktur pemerintahan, Kepala Dukuh menjadi elemen penting untuk membantu kerja pemerintahan desa. Bahkan ia sempat menegaskan bahwa pemerintah saat ini telah mengabaikan peran dan keberadaan para Kepala Dukuh.

Ia menjelaskan melalui Danais itu seharusnya bisa menjadi modal penting untuk membangun kembali kebudayaan di tingkat masyarakat. Memang, jika dikaitkan dengan salah satu urusan keistimewaan, kebudayaan yang dimaksudkannya adalah terkait dengan pembangunan kembali kebudayaan gotong royong masyarakat.

“Baik itu pembangunan di tingkat padukuhan sekaligus pembiayaannya bagi desa dan padukuhan tersebut,” katanya.

Hal itu lantas dibenarkan pula oleh Anjar Gunantoro, salah satu pengurus Semar Sembogo Gunungkidul. Ia mempertanyakan penggunaan mayoritas Danais yang diarahkan ke sektor tata ruang dan infrastruktur.

“Bukankah akan lebih baik jika uang sebanyak itu dialihkan ke program-program yang lebih bersifat kemasyarakatan,” tegasnya.

Ia berharap, dengan lebih dilibatkannya Pemdes dan Pedukuhan dalam perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, Danais nantinya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Diakuinya, keterlibatan pedukuhan ini sebelumnya pernah dirasakan oleh masyarakat. Sebut saja misalnya melalui kegiatan yang disebut dengan Rembug Padukuhan.

“Tapi kenapa sekarang justru itu tidak ada lagi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya