SOLOPOS.COM - Kepala Bidang Sejarah, Bahasa dan Sastra (Disbud) DIY Erlina Hidayati (kiri) bersama Ketua Sekber Keistimewaan saat menggelar jumpa pers acara Kenduri Rakyat di Pendopo Disbud DIY, Selasa (29/8/2017). (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Keistimewaan DIY telah disahkan selama lima tahun.

Harianjogja.com, JOGJA — Sejak disahkan 31 Agustus 2015 lalu, Undang-Undang Keistimewaan (UUK) memang menjadi ekspektasi dari 3,6 juta lebih jiwa penduduk DIY. Sayang, status keistimewaan itu hingga kini belum menunjukkan kata efektif, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengakui belum efektifnya status keistimewaan itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat DIY. Setidaknya terbukti dari data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY yang menunjukkan jumlah warga miskin di DIY pada 2017 mencapai 488 ribu jiwa. Tak hanya itu, indeks rasio gini yang mencapai 0.432, menunjukkan betapa tingginya angka kesenjangan sosial di DIY.

“Bayangkan saja, jumlah warga miskin di pedesaan yang mencapai 16,11 persen lebih tinggi daripada jumlah warga miskin di perkotaan yang hanya sebesar 11,72 persen,” kata Inung, sapaan akrabnya kepada Harianjogja.com, Selasa (29/8/2017).

Menurutnya, ukuran keberhasilan penyelenggaraan sebuah pemerintahan memang mutlak didasarkan pada ukuran kesejahteraan masyarakat dari segi materialnya. Oleh karena itulah, jika angka harapan hidup di DIY tergolong tinggi, menurutnya hal itu beda urusan. Diakuinya, aspek sosio-kultural lah yang menyebabkan masyarakat DIY memiliki karakter ‘nerima ing pandum’. Itulah yang lantas menurutnya menjadikan DIY sebagai salah satu provinsi dengan indeks tingkat kebahagiaan tertinggi di Indonesia.

“Jadi, kalau masyarakat DIY itu bahagia, bukan karena dia sudah sejahtera. Jangan jadikan itu ukuran keberhasilan [penyelenggaraan pemerintahan],” tegas Inung.

Tak hanya itu, bukti lain belum efektifnya keistimewaan di DIY adalah terkait dengan penyerapan Dana Keistimewaan (Danais). Ia menilai, dengan anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah, pemerintah selama ini masih terpaku pada penyerapannya saja. Memang, penyerapan itu diakuinya penting lantaran terkait dengan pagu tahun berikutnya. Namun, bukan berarti lantas pemerintah mengabaikan esensi dari program-program yang didanai oleh Danais.

Dicontohkannya, ratusan kegiatan Merti Dusun yang nyaris digelar secara serempak di hampir semua dusun dan desa se-DIY. Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, kegiatan tersebut pada dasarnya baik sepanjang mengandung muatan-muatan yang berkaitan pemicu semangat masyarakat untuk lebih berdaya dan sejahtera.

Seperti diketahui, untuk tahun 2017, total Danais mencapai Rp800 miliar. Hingga kini, pencairan sudah memasuki termin II. Rencananya, pencairan termin III akan dilakukan pada awal Oktober mendatang.

Oleh karena itulah, ia berharap pemerintah DIY nantinya bisa lebih bijak dan dewasa dalam melakukan perencanaan. Selama ini, menurut Inung, perencanaan untuk Danais memang sama sekali tidak melibatkan kalangan legislatif.

“Saya berharap hal ini nantinya jadi bahan evaluasi,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya