SOLOPOS.COM - Ilustrasi bocah pengidap difteri (JIBI/Solopos/Antara)

Penyebab munculnya difteri karena imunisasi yang tidak lengkap dan adanya keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi

Harianjogja.com, JOGJA-Dari data yang dimiliki Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, hingga saat ini ada lima orang yang suspect difteri. Empat orang sudah dipulangkan dari rumah sakit karena dianggap sudah kembali bugar. Sisanya masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium sebagai bentuk kepastian.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Kepala Dinkes DIY Pembayun Setyaningastutie mengatakan, meski semuanya masih berstatus suspect tapi kesiapan sebagai langkah antisipasi mesti digalakkan. Seperti, misalnya, terus melaksanakan survei epidemilogi untuk memantau keberadaan penyakit tersebut.

Langkah lain,  dengan semakin menguatkan tata laksana pengobatan dan perawatan difteri di fasilitas kesehatan, baik itu Puskesmas maupun rumah sakit. “Ketersedian Anti Difteri Serum [ADS] juga sudah ada. Tapi harapannya tidak terpakai,” ucapnya di Kompleks Kepatihan, Rabu (13/12/14).

Difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan bakteri yang menyerang selapur lendir pada hidung dan tenggorokan. Menderita penyakit ini bisa berujung fatal, karena bakteri dapat menyumbat saluran pernapasan, menimbulkan komplikasi miokarditis atau radang pada dinding jantung bagian tengah dan berakhir dengan gagal ginjal serta gagal sirkulasi.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mampu menangani penyakit ini pada 1990 saat program imunisasi ramai digalakkan, termasuk juga imunisasi wajib difteri, pertusis dan tetanus (DPT). Namun, pada 2009 penyakit ini kembali muncul ke permukaan hingga saat ini.

Penyebabnya, diduga karena imunisasi yang tidak lengkap dan adanya keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Pembayun mengatakan, penolakan masyarakat karena didasari masih adanya anggapan vaksin yang dikeluarkan pemerintah tidak halal. Ia menyatakan, vaksin dikeluarkan oleh pemerintah dan itu sudah pasti sesuai dengan standar yang ada. Untuk mengedukasi masyarakat tentang efek buruk tidak melakukan imunisasi perlu dilakukan oleh semua pihak.

Jika masih ada yang mengganggap vaksin tidak halal, Pembayun menyebut, bukan tupoksinya untuk memberikan pernyataan. “Tapi itu juga bagian dari tugas kami untuk mengedukasi ‘ini lo bahayanya kalau tidak imuniasi’. Perihal keyakinan kami butuh bantuan Kementerian Agama bagaimana caranya mengedukasi masyarakat,” tambahnya.

Program imunisasi yang tak mencapai sasaran juga jadi salah satu penyebab. Tapi untuk DIY, ia menyatakan cakupan di semua daerah sudah mencapai diatas 95%. Hanya saja ada kantong-kantong yang belum mencapai angka tersebut. Difteri sendiri bisa dicegah efektif dengan vaksin apabila capaian imunisasi sudah mencakup 95%. Ketika capaiannya mencapai angka itu, maka akan terbentuk kekebalan kelompok.

Pembayun mengatakan, imuninasi bukan hanya menguatkan anti bodi individu tapi juga membangun kekebalan kelompok, sehingga bagi yang belum terimunisasi akan terlindungi dengan sendirinya karena lingkungannya sudah tangguh. Ia menyatakan, orang dewasa boleh saja melakukan imunisasi sebagai langkah pencegahan. Namun, pemerintah tidak mewajibkan. “Artinya silakan mandiri karena program imunisasi yang wajib untuk DPT adalah bayi, balita, dan anak sekolah,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya