Solopos.com, KLATEN – Para perajin tahu di Klaten tetap berproduksi meski kelimpungan seiring melonjaknya harga kedelai impor yang menjadi bahan utama produksi.
Salah satu perajin tahu Desa Karanganom, Klaten Utara, Klaten, Sri Tawarsih, mengatakan sepekan terakhir harga kedelai impor mencapai Rp9.200/kg, atau jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal Rp7.600/kg.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
“Dalam satu hari itu saya butuh 70 kg kedelai,” kata Sri saat ditemui di rumahnya Dukuh Morangan, Desa Karanganom, Minggu (3/1/2021).
Tempat Isolasi Mandiri Tingkat Desa Klaten Masih Buka Loh, Siap Terima OTG
Harga kedelai kali ini paling tinggi sepanjang dia menjadi perajin tahu selama 10 tahun terakhir. Sri dilematis dengan kenaikan harga kedelai tersebut. Sri tak bisa mengurangi ukuran tahu maupun menaikkan harga tahu.
Selain kenaikan harga kedelai, harga minyak goreng sawit untuk membuat tahu pong jauh lebih dulu melonjak dari Rp180.000 per 17 kg menjadi Rp218.000. Kondisi itu sudah terjadi selama sebulan terakhir.
Agar tetap bisa menutup biaya produksi dan mendapatkan untung, Sri memilih mengurangi takaran kedelai saban menggilingkan bahan sejak sepekan terakhir. Sekitar 0,5 kg kedelai disisihkan dari setiap 10 kg saat digilingkan.
Tempat Wisata Wonogiri Masih Tutup, Sampai Kapan?
Pengurangan takaran kedelai tu berpengaruh pada ketebalan tahu. ”Ukuran tahunya tetap. Tetapi, ketebalan tahunya yang berkurang. Dari pada kami harus menaikkan harga jual tahu,” kata Sri.
Mempertahankan Kelangsungan Hidup
Soal keuntungan yang dia peroleh dari produksi tahu, Sri mengaku dalam kondisi normal bisa mendapatkan untung Rp250.000 per hari. Namun, sejak ada kenaikan harga kedelai dia mengaku keuntungannya menurun.
Sri berharap pemerintah bisa menurunkan dan menstabilkan harga kedelai impor termasuk harga minyak goreng sawit agar para perajin kecil bisa tetap berproduksi.
“Kalau kedelai terus naik sampai menyentuh harga Rp10.000/kg, kemungkinan kami tidak produksi,” kata dia.
Sejarah Panjang Kembang Api Hingga Berwarna-Warni Indah Seperti Saat Ini
Ketua Paguyuban Tahu Sari Putih Desa Karanganom, Maryanto, mengatakan mayoritas perajin tahu di Karanganom tetap berproduksi meski harga kedelai terlampau tinggi.
”Yang penting saat ini bisa mempertahankan keberlangsungan hidup. Sudah bisa bertahan untuk produksi saja sudah bersyukur,” tutur dia.
Maryanto menjelaskan mata rantai usaha tahu sangat panjang. Di Karanganom ada 13 perajin tahu, dan setiap perajin memiliki setidaknya 10 perajin lainnya yang mengolah bahan dari penggilingan kemudian dipasarkan ke para bakul.
Tak Ada Formasi Guru, Sragen Hanya Usulkan 100-An Lowongan CPNS
Belum lagi para pedagang yang berdatangan ke Karanganom dan saban hari mendistribusikan tahu hasil produksi warga Karanganom ke berbagai daerah.
“Yang kami butuhkan itu kestabilan harga. Selama ini harga kedelai naik-turun tidak stabil,” kata dia.