SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sadarkah Panjenengan semua, telah dikepung produk China? Coba lihat sekeliling sekarang. Mobil merek Jepang ternama, misalnya, beberapa item perlengkapannya adalah produk China. Sebut saja remote control-nya, sistem audio videonya, atau bahkan perangkat keras sistem pengunciannya, ternyata buatan negeri Mao Zhe Dong itu.

Supri, karyawan satu perusahaan terkemuka di Jogja, kemarin petang menunjukkan sejumlah peralatan di ruang kerjanya, yang bikin kian terkaget-laget. Sebagian besar, ternyata, made in China. Sebutlah telepon genggam, jam dinding, bahkan termasuk tetikus (mouse) dan fl ash disk. Sejumlah peralatan kerja standard saya, termasuk laptop Amerika rancangan Steve Jobs, ternyata juga tertera made in China.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Peranti pendukungnya, seperti battery, adaptor, remote control untuk presentasi, ternyata juga besutan China. Saya lihat modem untuk mobile working, setali tiga uang, made in China. Ringkas kata, mulai jarum penthul, paku bangunan, pakaian, hingga peralatan canggih dengan kandungan teknologi tinggi, pasar kita kebanjiran produk China. Dengan kata lain, dominasi produk China sangat kuat dalam kehidupan kita seharihari. Apakah kita sedang dijajah China? Tentu tidak.

Apakah kita nggak bisa bikin peralatan seperti itu? Juga tidak. Lalu apa? Itulah pertanyaan yang membuat banyak pihak, terutama pebisnis, cemas saat ini. Belum membuat kesepakatan liberalisasi dagang saja kita sudah kelelep produk China, apalagi setelah kesepakatan liberalisasi Asean China Free Trade Area (ACFTA) berlaku efektif Januari ini? “Akan seperti air bah,” kata seorang ekonom, yang asal Anda tahu, juga seorang menteri ekonomi. Lho kok? Jangan heran.

Koordinasi memang mudah diucapkan, tetapi barang langka dalam kenyataan. Kita banyak membuat kesepakatan internasional, tetapi tidak dibuat dalam koridor dan perspektif kebangsaan. Menteri tadi bahkan mengatakan, ACFTA adalah hasil negosiasi yang longgar, sehingga membuat terkaget-kaget sendiri.

Ekonom lainnya mengatakan, ini keteledoran dalam menghitung strategi bisnis dalam perdagangan internasional. Tidak pernah ada upaya simultan dan komprehensif dalam meningkatkan daya saing nasional dan memperkuat industri nasional. Tidak benarbenar dihitung biaya-manfaat perjanjian liberalisasi perdagangan bagi perekonomian nasional.

Yang penting, kita merasa gagah telah ikut membuat komitmen internasional. Padahal, akibatnya, kita baru khawatir belakangan, defi sit perdagangan nonmigas Indonesia, terutama dengan China, akan kian melebar. Sedihnya, defi sit itu kita ciptakan sendiri sebagai dampak dari keteledoran dalam bernegosiasi.

“Ini namanya keteledoran sistemik!” Sah rasanya teriakan itu, merujuk bailout Bank Century, yang dianggap berdampak sistemik jika tidak diselamatkan.
***

Saya mencoba maklum, meski geram, melihat keteledoran menghitung cost-benefit atas sebuah kesepakatan dagang, apalagi melibatkan kepentingan lintas departemen. Coba Anda lihat, lha wong urusan intern instansi saja kita lihat belepotan. Akhir-akhir ini kita menonton kesemrawutan administrasi kenegaraan yang, maaf, sulit untuk tidak mengatakan banyak keteledoran. Pekan ini, misalnya, Presiden batal melantik dua calon wakil menteri.

Tanpa perlu menyebutkan nama dua calon pejabat itu, kejadian tersebut bukan yang pertama kali. Anda tentu ingat, Kepala BKPM pernah batal dilantik meski sudah datang di acara pelantikan bersama keluarganya, selain ribut soal penunjukan menteri kesehatan saat pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II, Oktober tahun lalu. Dalam urusan administrasi kenegaraan, birokrat di sekeliling Istana Presiden sepertinya tidak memperlihatan kecermatan, ketelitian, atau malah dapat dibilang ceroboh?

Dalam komunikasi, persepsi adalah raja. Persepsi terhadap kecerobohan itu, jika tidak ditangani dengan baik, bisa menjadi bola salju bahwa pemerintahan ini ceroboh dalam banyak hal, termasuk, jangan-jangan, dalam pembuatan kebijakan strategis, apalagi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Terus terang, saya, mungkin juga Anda, jadi khawatir. Soalnya, kita sudah kadung berharap, pemerintahan hasil pemilu yang sangat legitimated dan dipilih secara mayoritas, akan menjalankan amanah dengan dukungan tim yang profesional. Jika ternyata harapan itu tidak terpenuhi, bahkan justru terlihat kecerobohan di sanasini, sah-sah saja jika ada yang teriak di belakang sana: “Ini adalah kecerobohan sistemik!” Setuju atau tidak, terserah Panjenengan kemawon…

Oleh Arief Budisusilo
ANGGOTA DEWAN REDAKSI HARIAN JOGJA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya