SOLOPOS.COM - Kereta Banyu Biru (HARIAN JOGJA/DESI SURYANTO)

Kereta Banyu Biru (HARIAN JOGJA/DESI SURYANTO)

Berkembangnya sarang prostitusi di wilayah lahan kosong Stasiun Tugu atau yang lebih dikenal dengan Bong Suwung agaknya sulit dipecahkan. Jalur komunikasi pun telah sering dijalani, tapi tetap saja kebuntuan yang terlahir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Beberapa waktu lalu PT. KAI Daop VI mendesak Pemkot Jogja menindak tegas pelaku prostitusi di kawasan Bong Suwung. BUMN itu beralasan lahan di kiri dan kanan rel kereta api sebelum memasuki stasiun Tugu merupakan hak milik PT. KAI.

Atas dasar itu, perusahaan ini merasa memiliki tanggung jawab untuk mengurangi risiko kecelakaan KA. Selain itu penertiban PSK juga sebagai upaya penegakan citra Jogja yang bersih dan berbudaya.

Menyiakapi hal tersebut Lurah Prenggokusuman Lucia Daning Krisnawati ditemui di ruang kerjanya Rabu (15/2) siang, mengaku pihaknya selama ini tak tinggal diam. Berbagai cara untuk menjalin komunikasi dengan penghuni Bong Suwung telah dilakukan. Bahkan pejabat sebelum dirinya juga telah mencoba berkomunikasi.

Namun dijelaskan Dani, demikian sapaan akrabnya, meski bentuk komunikasi yang dilakukan mengedepankan sikap preventif dan humanis ternyata belum membuahkan hasil.

“Ini kasus lama. Secara aturan pemerintah sebenarnya memiliki power tapi karena ini menyangkut banyak kepentingan dan sensitif, komunikasi yang humanis memang harus dikedepankan,” katanya.

Mulyoto, Ketua RT 06/02 Prenggokusuman, menjelaskan persoalan Bong Suwung sudah ada sejak puluhan tahun silam bahkan sebelum dirinya lahir.

Sejumlah upaya penertiban kawasan tersebut menurutnya sudah beberapa kali dilakukan. Mulai dari penertiban yang diikuti dengan pemberian uang pesangon hingga penutupan kawasan dengan meggunakan pagar tinggi. Namun menurutnya sejumlah upaya tersebut tidak berhasil bahkan sampai saat ini.

Sebagai pimpinan di wilayah tersebut, Mulyoto menegaskan sebagian besar warga yang beraktivitas di bangunan nonpermanen di pinggir rel secara administratif bukan warganya.

Dia menjelaskan dari 97 kepala keluarga di RT 06, hanya 10 warga yang memiliki mata pencaharian dengan cara berjualan di sekitar Bong Suwung. Mereka sebagai tukang parkir dan jualan makanan.

“Kebanyakan mereka adalah pendatang dari berbagai wilayah lain. Sehingga dulu waktu ada penolakan setelah dilakukan penutupan akses, saya tidak mau diikutkan sebagai pihak yang menyetujui penggusuran,” katanya dikonfirmasi di rumahnya, Rabu (15/2) siang.

Mulyoto menilai keinginan PT. KAI sebenarnya sudah sangat kompromis. Namun, di sisi lain warga Bong Suwung  perli diberi pengertian.

“Saat digusur, warga diberi uang sangu. Itu sudah sangat kompromis. Hanya, ada keterbatasan pemahaman di sisi warga. Ya, bagaimana pun mereka juga mencari nafkah,” tambahnya.(Harian Jogja/Rina Wijayanti)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya