SOLOPOS.COM - Muh Khodiq Duhri (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Beberapa waktu lalu beredar video berdurasi 1,26 menit yang viral di media sosial. Video itu mengungkap kebohongan sebuah konten horor yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube. Video itu berjudul Gerebeg Live Streaming Bodong RSUD Kebumen.

Video itu menunjukkan aktivitas sejumlah kreator konten Youtube di salah satu sudut ruangan bekas rumah sakit pada tengah malam. Seorang lelaki yang memergoki aktivitas itu marah. Para kreator konten  itu kedapatan membawa pocong palsu dan benda-benda aneh sebagai visualisasi makhluk berwajah menakutkan.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

Kebohongan mereka terungkap. Mengemuka perdebatan di kalangan warganet di kolom komentar. Sebagian warganet membela para kreator konten itu. Bahwa mereka sudah meminta izin kepada pengurus rukun tetangga setempat.

Mereka tidak pernah memaksa penonton percaya terhadap isi konten yang ditayangkan secara live streaming itu. Sebagian warganet menganggap isi konten itu adalah sampah yang meresahkan.

Ekspedisi Mudik 2024

Kebohongan itu memang menghadirkan uang bagi kreator konten. Semakin viral konten yang mengumbar kebohongan itu, makin banyak uang yang didapat dari Google Adsense. Kebohongan justru dikemas menjadi produk bernilai ekonomis.

Youtube menyediakan panduan dan kebijakan yang sengaja dirancang untuk menjaga komunitas kreator, penonton, dan pengiklan tetap terlindungi. Panduan dan kebijakan diperlukan untuk mendorong kreator konten bertanggung jawab atas peran mereka.

Panduan dan kebijakan menetapkan hal yang boleh dan tidak boleh dikalukan konten kreator yang ingin mengunggah video di Youtube. Walakin, Youtube tidak memiliki peranti yang cukup jelas untuk mendeteksi kebohongan di balik karya kreator konten.

Penonton yang merasa resah atas konten itu hanya diberi pilihan memberi tanggapan di kolom komentar atau melaporkan kanal itu ke Youtube karena dianggap menampilkan tayangan video yang tak pantas. Bila terbukti melanggar pedoman komunitas, akun tersebut bisa dihapus secara permanen.

Kenyataan tidak semudah itu. Tayangan video yang kemungkinan besar mengumbar kebohongan masih banyak di Youtube, bahkan bisa jadi terus bertambah. Sebagian menganggap tayangan itu sebagai hiburan belaka. Banyak pula yang percaya.

Mau percaya atau tidak itu urusan pribadi masing-masing, namun pernahkah kreator konten itu kita berpikir dampak di balik konten bohong bagi pemirsanya? Bila karya itu sebuah film, bisa dipastikan cerita hanya rekayasa walau terkadang alur ceritanya diangkat dari kisah nyata.

Ada bumbu-bumbu cerita yang sengaja dirancang sutradara untuk mempermainkan emosi penonton. Penjelasan bahwa kisah yang diangkat dalam film hanya cerita fiktif belaka merupakan bentuk pertanggungjawaban produser film kepada pemirsa.

Bagaimana seorang kreator konten mempertanggungjawabkan karya-karyanya kepada penonton? Sejauh ini tak banyak creator konten yang mau jujur dengan memberi penjelasan bahwa konten yang dibuatnya hanya cerita fiktif belaka.

Bagi kreator konten yang suka mengumbar kebohongan, jujur sama saja dengan bunuh diri. Konsekuensinya video yang dia unggah sepi penonton sehingga berimbas pada penurunan pendapatan dari Google Adsense.

Negeri ini memang tidak pernah sepi dari cerita tentang kebongan yang bermotif ekonomi. Presiden Soekarno pernah menjadi korban kebohongan pasangan Idrus dan Markonah yang mengaku sebagai raja dan ratu dari pedalaman Jambi.

Sang raja dan ratu fiktif itu bahkan sampai disambut hangat oleh Soekarno bak tamu penting di Istana Kepresidenan. Identitas asli keduanya hanyalah seorang tukang becak dan pelacur. Asal usul keduanya terbongkar setelah keduanya secara tidak sengaja menggunakan bahasa Jawa.

Paling tidak, kebongan yang menghebohkan publik pada 1950-an itu mampu mengangkat derajat Idrus dan Markonah walau hanya sebentar. Ada motif ekonomi di balik kebohongan Idrus dan Markonah yang mengaku sebagai raja dan ratu dari Suku Anak Dalam Jambi.

Teknologi

Pada 1970-an juga beredar kebohongan yang menghebohkan publik. Kebohongan itu diumbar Cut Zahara Fona dari Aceh. Cut Zahara Fona tergolong orang yang cerdas. Dia mampu membaca dan memainkan emosi masyarakat dengan cerita-cerita tak masuk akal yang berbalut agama.

Doktrin agama terkadang sulit diterima akal sehat, namun diimani atau dipercayai. Hal itu kemudian yang dimanfaatkan Cut Zahara Fona mengumbar kebohongan tentang cerita bayi ajaib yang bisa berbicara dan melantunkan ayat Al-Qur’an saat dalam kandungan.

Saat cerita bayi ajaib itu diberitakan di banyak media massa, banyak pihak memercayai. Sebagian besar menganggap itu adalah keajaiban yang menunjukkan kebesaran Tuhan. Kebohongan Cut Zahara Fona itu juga bernilai ekonomis. Di rumahnya yang berlokasi di Aceh, Cut Zahara Fona mendulang rupiah dari kebohongan yang dia umbar.

Penasaran dengan informasi itu, masyarakat berbondong-bondong mendatangi rumah Cut Zahara Fona. Mereka ingin menjadi saksi atas fenomena ajaib itu. Mereka antre demi bisa menempelkan kuping di perut si ibu dan mendengar sang janin berbicara melantunkan ayat Al-Qur’an.

Demi menempelkan kuping di perut Cut Zahara Fona, semua orang harus antre cukup lama dan membayar. Informasi itu dengan cepat menyebar ke penjuru negeri. Para tokoh agama dan elite pemerintahan juga penasaran dengan informasi itu.

Media massa pada era itu berperan penting menyebarkan informasi itu ke masyarakat luas. Sejumlah ulama yang dimintai pendapat tentang keanehan fenomena tersebut memberi pendapat yang seakan-akan melegitimasi kebenaran berita aneh itu.

Sebagian ulama berpendapat janin dalam perut bisa mengaji merupakan bukti kekuasaan Tuhan yang tidak perlu diragukan. Bila Tuhan berhehendak, apa pun bisa terjadi. Pejabat tinggi, menteri, bahkan wakil presiden percaya dengan keajaiban janin dalam kandungan Cut Zahara Fona.

Wakil Presiden Adam Malik percaya dengan cerita dari Cut Zahara. Untuk membuktikan kebenaran informasi itu, Adam Malik menempelkan kupingnya di perut Cut Zahara Fona untuk mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.



Ibu Negara, Tien Soeharto, meragukan kabar yang menyebut bayi bisa mengaji sejak dalam kandungan itu. Ibu Negara kemudian memerintahkan bawahannya memeriksa pakaian yang dikenakan Cut Zahara Fona. Pertemuan dengan Ibu Negara itu terjadi menjadi akhir dari cerita bohong Cut Zahara Fona.

Setelah digeledah, ternyata ditemukan tape recorder yang terselip di antara selendang yang membelit tubuh Cut Zahara Fona. Tape recorder itulah yang menjadi sumber suara bacaan Al-Qur’an. Tape recorder yang kini sudah jadi barang ”jadul” merupakan hal baru pada masa itu.

Kala itu orang-orang masih awam dengan teknologi tape recorder. Cut Zahara menangkap peluang mendapat uang melimpah dengan cara mengumbar kebohongan. Kebongan dikemas jadi produk bernilai ekonomis.

Kebongan jadi sumber pendapatan. Siapa saja bisa jadi korban kebohongan. Tak peduli rakyat jelata atau seorang presiden sekalipun. Tan Malaka pernah menulis berapapun cepatnya kebohongan itu, kebenaran akan mengejarnya juga.

Pepatah lama berbunyi sepandai-pandai menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga. Kebohongan memiliki tanggal kedaluwarsa, tetapi kebenaran tidak pernah kedaluwarsa. Tanggal kedaluwarsa tiba kala publik menyadari kebohongan telah terungkap.

Tanggal kedaluwarsa sekaligus menjadi akhir dari cerita bohong. Konten video yang mengumbar kebohongan demi uang, cepat atau lambat akan sampai pada tanggal kedaluwarsa. Lebih cepat kedaluwarsa tentu lebih baik bagi kepentingan peradaban.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya