SOLOPOS.COM - Logo Bank Indonesia terlihat di Kantor Pusat Bank Indonesia di Jakarta. (Bisnis-Reuters-Willy Kurniawan)

Solopos.com, MALANG — Kebijakan moneter Bank Indonesia atau BI tahun ini akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability). Sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi syariah tetap untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth).

Deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman, mengatakan sinergi kebijakan nasional terus diperkuat, dengan akselerasi vaksinasi sebagai prasyarat, serta reformasi sektor riil, stimulus kebijakan fiskal dan moneter, peningkatan kredit/pembiayaan, digitalisasi, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau untuk pemulihan ekonomi nasional.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Ekonomi Indonesia juga diprakirakan tetap tumbuh seiring dengan meredanya Covid-19 varian Omicron, di tengah meningkatnya risiko geopolitik Rusia-Ukraina,” katanya Seminar “Akselerasi Pemulihan Ekonomi Pascapandemi Covid-19” secara hybrid, seperti dilansir Bisnis, Senin (21/3/2022).

Menurut dia, pemulihan ekonomi global diprakirakan berlanjut di tengah normalisasi kebijakan negara maju dan eskalasi ketegangan geopolitik. Perbaikan ekonomi global diprakirakan berlanjut terutama didukung percepatan vaksinasi di berbagai negara.

Baca Juga: Kebocoran Data Bank Indonesia Momentum Mempercepat Pengesahan RUU PDP

Normalisasi kebijakan moneter the Fed, kata dia, diperkirakan akan lebih cepat dan lebih kuat, sebagai respons tekanan inflasi di AS yang tinggi.

Namun, kata dia, eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan. Eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global

“Aliran modal diperkirakan terbatas seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman [safe haven asset],” ujarnya.

Dia menegaskan, pada triwulan/IV 2021, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen (yoy). Perbaikan terjadi di hampir seluruh komponen PDB sisi pengeluaran maupun lapangan usaha, sejalan dengan proses pemulihan aktivitas ekonomi pascamerebaknya Covid-19 varian Delta pada triwulan III/2021.

Baca Juga: Viral Uang Kertas Pecahan Rp1 Juta, Ini Tanggapan Bank Indonesia

Secara keseluruhan tahun 2021, ekonomi tumbuh 3,69 persen jauh meningkat dari kinerja tahun sebelumnya yang terkontraksi 2,07 persen (yoy). Secara spasial, perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 terjadi di seluruh wilayah, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua), diikuti Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi domestik, kata dia, ditopang perbaikan konsumsi RT dan investasi non bangunan serta tetap positifnya konsumsi pemerintah. Di sisi internal, kinerja ekspor diperkirakan tetap baik, meskipun tidak setinggi pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, seiring dampak geopolitik dan tertahannya aktivitas perdagangan global. Secara spasial, kinerja ekspor yang tetap kuat terutama terjadi di wilayah Jawa, Sulampua, dan Balinusra.

Sejumlah indikator ekonomi hingga awal Maret 2022 tercatat tetap baik, seperti penjualan eceran, keyakinan konsumen, penjualan semen, dan mobilitas masyarakat di berbagai daerah.

Defisit transaksi berjalan Triwulan I/2022 diprakirakan tetap rendah, didorong oleh surplus neraca barang yang berlanjut. Aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik tertahan seiring peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, cadangan devisa tetap tinggi.

Baca Juga: Bank Indonesia Solo Resmikan Pembayaran Nontunai QRIS di Lingkungan UNS

Rupiah sampai dengan 16 Maret 2022 mencatat depresiasi sekitar 0,42 persen dibandingkan dengan level akhir 2021, relatife lebih rendah dibandingkan diapresiasi dari mata uang, sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (0,76%, ytd), India (2,53%, ytd), dan Filipina (2,56%, ytd).

Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2022 tercatat deflasi sebesar 0,02% (mtm) atau 2,06% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya, sebesar 2,18% (yoy).

Menurut Aida, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti yang tetap rendah di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat, stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi.

Inflasi kelompok volatile food melambat terutama dipengaruhi terjaganya pasokan dan peningkatan produksi. Di sisi lain, inflasi kelompok administered prices masih dipengaruhi dampak kenaikan cukai tembakau dan penyesuaian harga bahan bakar rumah tangga, kendati sudah melambat.

Baca Juga: Bank Indonesia Solo Dorong Sentra Batik Girilayu Jadi Desa Wisata

Inflasi 2022 diprakirakan terkendali dalam sasaran 3,0 persen ±1 persen sejalan dengan masih memadainya sisi penawaran dalam merespons, kenaikan sisi permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta respons kebijakan yang ditempuh BI dan Pemerintah.

Sejumlah risiko terhadap inflasi terus diwaspadai, termasuk dampak kenaikan harga komoditas global. “Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui TPSP dan TPID guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya,” ucapnya.

Normalisasi Kebijakan likuiditas melalui kenaikan GWM rupiah secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan.

Menurut dia, penyesuaian secara bertahap giro wajib minimum (GWM) rupiah tahap 1 dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp55 triliun secara neto.



Baca Juga: Dosen FEB UNS Menang Research Grant Bank Indonesia, Singkirkan 1.334 Peneliti Internasional

Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.

Pada Februari 2022 rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga dalam kurung (AL/DPK) tutup kurung tercatat tinggi mencapai 32,72 persen dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,9 persen (yoy).

Dia meyakinkan, Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di Pasar Perdana untuk pendanaan APBN 2022 dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp8,76 triliun (hingga 15 Maret 2022) melalui mekanisme lelang utama dan green home option.

Pemilihan SBM tersebut telah mempertimbangkan kondisi pasar SBN dan dampaknya terhadap likuiditas perekonomian. Pada Februari 2022, likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 18,3 persen (yoy) dan 12,5 persen (yoy) terutama didukung oleh berlanjutnya peningkatan kredit perbankan dan ekspansi fiskal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya