SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Seorang pekerja sedang menjemur kerupuk kulit sebelum di goreng di halaman rumah pengusaha kerupuk kulit, Suparno, warga Desa Plosowangi, Kecamatan Cawas, Klaten, Senin (1/4/2013). (Asiska Riviyastuti/JIBI/SOLOPOS)

KLATEN--Kebijakan impor daging sapi tak hanya mempengaruhi harga daging di pasar tapi juga kelangsungan home industry kerupuk kulit. Tercatat sejak dua bulan lalu, satu per satu pengusaha home industry ini mulai gulung tikar.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dari 12 pengusaha home industry kerupuk kulit yang ada di Desa Plosongawi, Kecamatan Cawas, kini hanya tinggal  dua pengusaha. Hal tersebut disebabkan sulitnya mencari bahan baku kulit sapi dan kerbau.

Menurut salah satu pengusaha  kerupuk kulit, Suparno, 50, sulitnya bahan baku tersebut lantaran jagal jarang menyembelih sapi.

“Yang sulit itu mendapatkan kulit basah, kalau kulit kering sudah bekerja sama dengan pengusaha dari Sulawesi dan selama ini kiriman lancar tapi harganya juga naik,” ungkap Suparno kepada wartawan, Senin (1/4/2013).

Sebelum kebijakan impor daging sapi diterapkan, harga kulit basah berkisar Rp15.000 per kilogram, namun kini melonjak menjadi Rp22.000 per kilogram.  Suparno menuturkan kualitas kulit sapi atau kerbau basah lebih bagus dari pada kulit kering. Kulit basah warna dan teksturnya lebih bagus dan biasanya dijadikan rambak sayur. Sedangkan kulit kering biasanya dijual dalam bentuk matang. Oleh karena itu, untuk menyiasati hal tersebut, Suparno terpaksa mencampur kulit basah dan kering.

Sedangkan harga kulit kering juga melonjak dari Rp40.000 per kilogram menjadi Rp50.000 per kilogram. Setiap bulannya, Suparno mengaku mendapat kiriman satu ton kulit kering dari Sulawesi dengan harga Rp50 juta. Namun dari satu ton tersebut ketika di masak hanya tinggal 700 kilogram. Selain itu, naiknya harga bumbu seperti bawang juga ikut mempengaruhi kelangsungan usaha ini.

“Seharusnya harga jual [kerupuk kulit] Rp90.000 per kilo tapi karena daya beli masyarakat terbatas sehingga kami menurunkan harga menjadi Rp80.000 per kilo,” terang Suparno.

Oleh karena itu, keuntungan yang dia dapat pun tidak maksimal. Walau begitu, pemasaran kerupuk kulit ini masih normal. Menurut Suparno, kerupuk kulit buatannya dipasarkan hingga luar Pulau Jawa, yakni ke Papua Barat.

“Saya berharap dari pemerintah ada perhatian dengan membantu modal. Kalau modal ada, saya bisa memesan tiga ton kulit kering sehingga bisa memberdayakan masyarakat sekitar juga. Kalau saat ini pegawai saya ada empat orang,” ujar Suparno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya