SOLOPOS.COM - Mendikbud Muhadjir Effendy (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Kebijakan 5 hari sekolah yang akan dimulai Juli 2017 dihujani kritik. Salah satu alasannya adalah madrasah diniyyah yang terancam mati.

Solopos.com, JAKARTA — Kebijakan lima hari sekolah yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2017-2018 dikritik. Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi mengatakan bahwa kebijakan itu bisa mematikan madrasah selain tidak memahami kearifan lokal.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

“Kebijakan perubahan jam sekolah itu dirasa jauh dari rasa keadilan, tidak memahami kearifan lokal, serta tidak menghargai sejarah keberadaan lembaga pendidikan di masyarakat yang sudah berkembang dan berlangsung jauh sebelum kemerdekaan,” katanya, Minggu (11/6/2017).

Dengan diberlakukannya lima hari sekolah, otomatis jam pelajaran bertambah dan siswa pulang pada sore hari. Jika kebijakan menambah durasi di ruang kelas itu diterapkan, hal itu akan mematikan lembaga pendidikan seperti madrasah diniyyah. Padahal, madrasah diniyyah sudah terbukti menjadi pusat pembentukan karakter anak.

Menurut anggota Komisi I DPR itu, sistem dan proses belajar mengajar yang sekarang ini sudah berjalan baik. Pengayaan jam pelajaran di luar sekolah melalui kursus, pengajian, madrasah diniyyah, dan sebagainya sudah berjalan dengan baik. “DPP PPP memerintahkan Fraksi PPP di DPR untuk menolak kebijakan ini dan meminta menteri untuk mengklarifikasi kebijakan ini secara serius,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan memaksakan perubahan jam belajar siswa sekolah akan memunculkan kegaduhan baru. Untuk itu, pihaknya meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk mengurungkan kebijakan itu.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menolak kebijakan Mendikbud Muhajir Effendy itu. Wakil Ketua Umum MUI, KH Zainut Tauhid Sa’adi, mengaku khawatir kebijakan itu akan membuat banyak madrasah yang tutup. Demikian juga, lanjut dia, pengajar di madrasah diniyah akan kehilangan pekerjaan.

“Hal ini sangat menyedihkan dan akan menjadi sebuah catatan kelam bagi dunia pendidikan Islam di negeri yang berdasarkan Pancasila,” kata Zainut dalam keterangan tertulisnya.

Untuk itu, ujar Zainut, MUI menolak penerapan sistem belajar lima hari yang akan diberlakukan mulai tahun ajaran baru 2017-2018. “Untuk hal tersebut, MUI meminta kepada Mendikbud mengkaji ulang kebijakan tersebut,” ujar Zainut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya