Ah-tenane
Kamis, 4 Oktober 2012 - 10:00 WIB

Kebeler Tusuk Sate

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tiada hari tanpa nanjakke uang untuk makan-makan. Itulah Jon Koplo. Apalagi habis Lebaran, Koplo yang baru saja mendapat pitrah dari saudara-saudaranya Lebaran lalu bermaksud mentraktir sahabatnya, Tom Gembus, nyate di warung sate kambing paling jos di dekat Pasar Sunggungan, Boyolali.

“Ayo Mbus, tak traktir makan sate sak warege. Tenang saja mau makan sampai lenger-lenger, aku yang bayar, “ ajak Koplo kemlinthi.

Advertisement

“Oke thok no,”  jawab  Gembus penuh semangat.

Sesampai  di warung sate milik Yu Cempluk, dua pemuda Pulisen Boyolali yang sudah kemecer sate ini harus bersabar. Maklum, antrean banyak. Tapi begitu pesanan datang, mereka pun balapan makan seperti orang kelaparan.

Malang tak dapat ditolak. Ketika sedang mempeng-mempeng-nya nyokoti sate, tanpa disadari tusuk sate yang terbuat dari bambu itu mbeler bibir Jon Koplo hingga keluar darah.

Advertisement

Koplo pun protes ke Yu cempluk. “Yu, tusuk satemu mbeleri cangkemku,” sambat Koplo sambil menunjukkan tusuk sate yang belum halus waktu disisiki.

Wadhuh, hla piye Mas? Apa dikasih obat merah?” tawar Cempluk.

“Dikasih obat merah gimana, wong yang sakit lambeku, nanti malah keracunan,” keluh Koplo.

Advertisement

“Ya sudah, tak carikan daun mlandhingan saja buat menghentikan darah,” jawab Cempluk.

Sesaat kemudian, daun mlandhingan (petai cina) pun terhidang di meja Koplo. Apa boleh buat. Sementara Gembus telap-telep makan sate, Koplo terpaksa kremas-kremus mengunyah daun petai cina untuk menghentikan darah di mulutnya. Apes.

 

Sudarmi, Madumulyo RT 006/RW 001, Pulisen, Boyolali 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif