SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kebebasan pers ditekan, ditandai dengan membubarkan acara yang digelar di AJI Jogja.

Harianjogja.com, BANTUL — Kebebasan pers dibatasi. Lewat pembubaran acara perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogja memunculkan modus baru untuk melancarkan aksi intoleran di DIY. Polisi dinilai tak hanya jadi musuh kebebasan pers tapi juga musuh kebebasan masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

AJI Jogja bersama Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indoneseia (UII) serta Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Jogja memberikan pernyataan sikap terkait pembubaran perayaan Hari Kebebasan Pers yang terjadi Selasa (3/5/2016) malam di Kantor AJI Jogja di Jalan Pakel Baru, Umbulharjo, Jogja.

Direktur Pusham UII Eko Riyadi mengatakan, kasus intoleransi di Jogja saat ini kian memanas. Peran aparat negara menurutnya kian buruk.

“Dalam kasus tadi malam, aparat polisi ternyata aktif melarang kegiatan. Aktor utamanya polisi. Ini fase sangat buruk. Polisi aktif membatasi kebebasan yang dilindungi undang-undang,” papar dia.

Eko menilai ada persekongkolan jahat antara polisi dengan ormas intoleran. Pusham kata dia telah berkomunikasi dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk menginvestigasi kasus-kasus kekerasan di DIY.

Direktur LKiS Khairus Salim mengatakan, Jogja harusnya menghargai pandangan berbeda dan kebebasan berfikir.

(Baca Juga : KEBEBASAN PERS : Pemutaran film “Pulau Buru Tanah Air Beta” Dibubarkan Aparat)

“Kita juga menghargai pandangan kelompok intoleran itu, tapi kita tidak boleh membatasai perilaku. Mereka enggak bisa memaksakan sesuatu,” tegas Salim.

Ia menegaskan polisi kini tidak hanya menjadi musuh kebebasan pers namun juga musuh kebebasan masyarakat. Karena kasus serupa sudah berkali-kali menimpa kelompok masyarakat di Jogja.

Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polresta Jogja kompol Sigit Haryadi mengatakan, acara perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia itu harus dihentikan karena berpotensi konflik, lantaran salah satu rangkaian acaranya memutar film dokumenter berjudul Pulau Buru Tanah Air Beta. Film itu sebelumnya telah diputar di acara Simposium Nasional 65 yang dihadiri para petinggi negara. Sigit  menuturkan tidak menjamin apa yang terjadi apabila acara itu dilanjutkan.

“Kalau rekan-rekan mencintai Jogja tolong dihentikan. Saya tidak mau ada konflik fisik,” kata Sigit Haryadi di sela-sela pembubaran paksa kegiatan tersebut. (

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya