SOLOPOS.COM - Ilustrasi taksi online, (Whisnu Paksa/JIBI/Solopos)

Banyak sopir akan merugikan pengemudi online.

Harianjogja.com, JOGJA–Semakin banyak jumlah pengemudi taksi online, maka semakin banyak pula masalah yang akan mengiringinya. Akhirnya yang rugi adalah supir sendiri. Moratorium  perekrutan driver dinilai langkah tepat yang perlu dilakukan.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Juru bicara Paguyuban Pengemudi Taksi Online Jogja (PPOJ) Daniel Viktor mengatakan, diperkirakan saat ini ada sekitar 8.500-an sopir taksi online yang beroperasi di DIY. Ia tak menyebut kondisi DIY sudah penuh oleh taksi online. Hanya saja, seiring waktu, pesanan yang diterima kian turun.

Ia mengungkapkan, dengan saingan yang lebih banyak, dalam sehari dirinya ‘hanya’ bisa mendapatkan 10 order. Dapat 13 pesanan sehari sudah merupakan sesuatu yang luar biasa. Padahal dahulu, awal 2017, supir taksi online bisa menerima pesanan sebanyak 17-18 kali.

“Jadi lebih gampang emosi [marah] di jalan. Enggak dapat order akhirnya penumpangnya enggak merasa nyaman karena driver-nya emosian,” jelasnya melalui sambungan telepon, Jumat (9/3/2018).

Karena itu, menurutnya, perusahaan aplikasi jasa transportasi online sudah semestinya menghentikan perekrutan driver. Jika driver semakin banyak, maka pihak yang akan dirugikan adalah driver itu sendiri. Dengan semakin banyaknya orang yang mengais rezeki di bidang yang sama, pendapatan akan semakin menurun. Maka orang-orang pun mulai berlaku curang. Order fiktif dan taksi online tuyul, ucap Daniel, adalah contohnya. Driver juga akan berusaha saling menjatuhkan satu sama lain.

PPOJ sangat mendukung langkah Kementerian Perhubungan yang telah mengeluarkan surat edaran kepala perusahaan aplikasi jasa transportasi online untuk menghentikan perekrutan sopir. “Perlu ada penghentian. Driver sendiri yang akan dirugikan kalau semakin banyak.”

Namun meski demikian, PPOJ tidak setuju dengan aturan penerapan kuota seperti yang tertera dalam Permenhub 108/2017 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang mulai berlaku 1 November 2017.

Menurut Daniel, penerapan kuota tidak adil. Pasalnya, kuota ditetapkan saat jumlah driver taksi online sudah banyak. “Misalnya, kuota yang diterapkan 1.000. Lantas yang 7.000-nya kemana. Kasian dong sisanya.”

Ia yakin, jika kuota diterapkan, maka akan terjadi gejolak. Driver akan menggelar demo dan melakukan penolakan. Lagipula, Pemerintah Pusat dinilai terlambat membuat aturan. Seharusnya, saat taksi online baru masuk Indonesia, Pemerintah merespons dengan membuat regulasi.

Oleh karena itulah, Daniel yakin, Pemerintah hanya perlu menghentikan perekrutan saja. “Saya lebih setuju dengan seleksi alam. Nanti pasti akan berkurang dengan sendirinya, karena tidak semua kuat dengan penurunan pendapatan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya