SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kejatuhan terjadi bukan semata pada skala pribadi dalam proses kehidupan yang dijalani. Ia juga menimpa -pada skala yang lebih besar- sebuah bangsa. Demikian halnya kebangunan atau kebangkitan, juga bisa terjadi pada skala pribadi maupun pada sebuah bangsa. Jatuh bangun atau keterpurukan dan kebangkitan bangsa, dialami oleh banyak negeri sebagai bagian dari hukum peradaban manusia.

Kita bisa saja menyebutkan satu persatu bangsa yang mengalami kedua hal tersebut. Bangsa Israel pernah mengalami keterpurukan hingga tak memiliki tanah air. Kini, mereka menempati tanah air meski dengan cara yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, merampas tanah bangsa Palestina dan mengusir serta membunuhi rakyatnya. Selain itu, media massa, perekonomian global hingga lobi-lobi politik internasional mereka kuasai sehingga dunia internasional tunduk dengan kemauannya. Meski ini merupakan contoh bangsa yang bersifat negatif, saya kira bisa menggambarkan keadaan keterpurukan dan kebangkitan bangsa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Contoh lainnya adalah bangsa-bangsa Eropa, yang juga pernah mengalami abad kegelapan (dark-ages), tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi belum menjadi bagian dari peradaban mereka. Namun, mereka kemudian belajar kepada bangsa lain hingga mendapatkan pencerahan sebagai bangsa berperadaban tinggi secara materi dan keilmuan rasional. Meskipun sesungguhnya secara moralitas dan rohani mereka hingga hari ini justru semakin mempertontonkan keterpurukan sebagai bangsa.

Lain halnya dengan bangsa Arab. Sebelum kehadiran Islam yang diserukan oleh Muhammad SAW, mereka berada dalam keterpurukan atau -meminjam terminologi Alquran- fii dholaalimmubiin (berada dalam kesesatan yang nyata, QS Al-Jumu’ah/62:2). Islam kemudian hadir sebagai nilai-nilai dan peradaban yang membangunkan mereka dari tidur panjangnya, sehingga mereka bangkit dan mengungguli peradaban Romawi dan Persia yang kemudian keduanya mengalami kejatuhan.

Menariknya, kebangkitan Arab dengan peradaban Islamnya tidak kemudian menjajah bangsa lain, melainkan justru bersama bangsa lain membangun peradaban dengan kemuliaan Islam. Sehingga menjadikan Islam sebagai landasan membangun peradaban akan mewujudkan kemuliaan bersama. Semua diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Adapun bangsa kita, Indonesia, juga pernah mengalami keterpurukan saat dijajah bangsa lain yang merampas tanah air kita dengan segala kekayaan yang ada.

Namun, semangat rakyat yang terbakar oleh gelora jihad fiisabiilillah, telah mengantarkan mereka untuk mencapai kebangkitan bangsa Indonesia menyongsong dan mencapai kemerdekaannya. Secara formal, kemerdekaan memang telah diraih bangsa ini dengan segala pengorbanan yang telah dipersembahkan rakyatnya; darah, keringat dan air mata. Bahkan, semangat yang tak pernah padam karena guyuran doa dan lantunan harapan dalam ketekunan ibadah kepada Tuhannya. Rakyat pun bangkit dan bangsa memperoleh kemenangan.

Dengan tegas pula bangsa ini menyampaikan kemerdekaannya kepada segenap bangsa dunia: Atas berkat rahmat Allah dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya!

Motivasi kebangkitan
Saya kira penting memahami karena faktor apa sesungguhnya kebangkitan terjadi? Dan sudah pasti, kesadaran adalah faktor dominan yang memunculkan kebangkitan. Bukan sekadar besarnya potensi yang dimiliki. Sebab, meski sangat besar potensi yang dimiliki sebuah bangsa, jika bangsa tersebut kehilangan kesadaran maka kebangkitan tidak akan terwujud pada diri bangsa itu.

Tetapi perlu juga dipahami bahwa kesadaran bukan sekadar pengetahuan teoretis dan konseptual tentang sesuatu. Kesadaran memang membutuhkan pengetahuan, termasuk secara teoretis dan konseptual, namun itu tidak akan fungsional membangkitkan dan menggerakkan suatu bangsa untuk melakukan tugas kebangsaan, misalnya, jika semata berhenti pada teori dan pengetahuan konseptual. Pasalnya, yang juga dibutuhkan sehingga fungsional membangkitkan ialah hasrat, niat, tekad, ambisi dan sebagainya. Semua itu merupakan produk kualitas rohani.

Dalam konteks kebangsaan, maka sangat dibutuhkan upaya mewujudkan dan memelihara kualitas rohani bangsa. Dan, justru di sisi inilah kita mendapati kenyataan bahwa bangsa kita tidak cukup memberikan perhatian. Malah, yang seringkali mengemuka ialah perhatian terhadap aspek material yang kosong rohani. Kalau saja setiap kita mau berkaca kepada sejarah kebangkitan bangsa-bangsa di dunia, akan kita temukan kenyataan bahwa nilai, prinsip, pemikiran dan keyakinan adalah unsur-unsur pendorong yang paling kuat sehingga mereka bangkit dari keterpurukan.

Jika kebangkitan bangsa terwujud karena perubahan sikap mental dan peningkatan kualitas rohani sebuah bangsa, demikian pula kerusakan dan kehancurannya. Perhatikanlah firman Allah SWT berikut ini: “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah mengehandaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. ar-Ra’du/13:11). Jelas bahwa pernyataan Alquran tersebut bahwa perubahan komunitas (taghyiirul qaum) terwujud karena perubahan kondisi jiwa atau setting mental (taghyiirul anfus).

Selain itu juga dikemukakan kekuasaan Allah SWT yang bersifat mutlak tanpa bisa ditolak. Ini berarti, dalam konteks kebangkitan, bukan sekadar ikhtiar kemanusiaan yang akan mewujudkan perubahan, akan tetapi jika faktor keimanan mereka kepada Allah akan kemutlakan kuasa-Nya. Kaum muslimin dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW pada awalnya adalah komunitas termarginalkan oleh masyarakatnya. Mereka belum menjadi arus yang menggerakkan dan mengubah keadaan masyarakat.

Yang kemudian dilakukan ialah menanamkan kesadaran para sahabat tentang berbagai keadaan diri dan lingkungan mereka, sehingga mereka memahami hakikat diri, alam semesta dan Tuhan yang berhak disembah. Inilah kesadaran mendasar yang kemudian menjadi kekuatan dahsyat untuk mengubah sejarah dan peradaban, hingga kebenaran yang eksis dan kebatilan segera binasa.

“Dan katakanlah: Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan adalah sesuatu yang pasti akan lenyap dan binasa” (QS. Al-Isra’/17:81). Dan manusia tak lagi mampu menolak hadirnya gelombang kebenaran yang segera memasuki jiwa dan bangsa mereka. “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Maka kamu lihat manusia memasuki agama Allah dengan berbondong-bondong…” (QS. An-Nashr/110 :1-2).

Sebagai bagian akhir dari uraian ini, saya hendak menegaskan bahwa proses perubahan pada lingkup personal (diri), secara lebih khusus adalah kondisi jiwa dan rohani, akan sangat menentukan terwujudnya perubahan pada skala kebangsaan. Karenanya, kebangkitan bangsa kita, jika kita memang menghendakinya, harus dimulai dari sini; perubahan pola pikir, setting mental dan kualitas rohani. Jika tidak demikian, tidak perlu memperdebatkan kenapa bangsa ini masih saja berkubang dalam keterpurukan dan tertinggal dari peradaban bangsa-bangsa lainnya.

Wallohu a’lam bish showwaab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya