SOLOPOS.COM - Kapal patroli Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Pemerintah didesak segera membentuk sebuah lembaga penjaga laut dan pantai (sea and coast guard) definitif untuk mengakhiri tumpang tindih wewenang pengawasan dan pengamanan laut yang cenderung merugikan pengusaha pelayaran dan tidak memberikan kepastian hukum. (beritahankam.blogspot.com)

Kapal patroli Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Pemerintah didesak segera membentuk sebuah lembaga penjaga laut dan pantai (sea and coast guard) definitif untuk mengakhiri tumpang tindih wewenang pengawasan dan pengamanan laut yang cenderung merugikan pengusaha pelayaran dan tidak memberikan kepastian hukum. (beritahankam.blogspot.com)

JAKARTA — Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) kembali mendesak pemerintah segera membentuk badan penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard karena sudah 2 tahun tak memenuhi amanat UU Pelayaran.

Promosi Pelaku Usaha Wanita Ini Akui Manfaat Nyata Pinjaman Ultra Mikro BRI Group

Pernyataan ini kembali muncul setelah terjadi penyelundupan BBM lewat kapal tanker MT Serena 2 berbendera Indonesia ke kapal berbendera Singapura oleh oknum awak kapal pada akhir Januari lalu. Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengingatkan pemerintah untuk mencegah penyelundupan dan tumpang tindih kewenangan penangkapan kapal.

“Kami meminta pemerintah segera membentuk badan sea and coast guard yang sudah menjadi amanat UU Pelayaran,” katanya dalam siaran pers, Minggu (3/2/2013). Saat ini, banyak lembaga bisa melakukan pemeriksaan, penangkapan, dan penahanan kapal sehingga tumpang tindih kewenangan. Misalnya kesatuan penjagaan laut dan pantai (KPLP) ada polisi perairan, bea cukai, dan TNI Angkatan Laut.

Menurut dia, penangkapan kapal nasional baik karena kasus penjualan BBM atau alasan lain bisa terjadi kapan saja. Namun bagi pelayaran, penahahan kapal justru menjadi kerugian besar karena pada umumnya berbulan—bulan padahal kapal adalah alat angkut yang harus bekerja. “Gara-gara ulah oknum, operator kapal menanggung kerugian besar hingga miliaran rupiah, belum lagi konsekuensi akibat dikeluarkan dari kegiatan angkutan BBM di Pertamina. Nasib pemilik kapal seperti sudah jatuh tertimpa tangga,” katanya.

Ilustrasinya, katanya, misalnya kapal tanker kapasitas 3.000 DWT biasanya disewa US$3.000 per hari. Jika kapal ditahan selama 3 bulan, kerugian nilai sewa saja mencapai US$270.000 belum termasuk kerugian lain dan kerugian nama baik perusahaan pelayaran. Soal badan tersebut, UU No.17/2008 tentang Pelayaran, mengamanatkan pembentukan badan dengan batas waktu 3 tahun setelah aturan itu keluar yakni 2011 tetapi hingga 2013 belum ada perkembangan.

Sekjen Kemenhub sekaligus Plt Dirjen Perhubungan Laut Leon Muhammad mengatakan rancangan peraturan pemerintah atau RPP badan itu sudah dilaporkan. Posisi RPP itu, kata Leon, kini di Menko Polhukam dan pemerintah berjanji tak lama lagi segera dituntaskan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun INSA, kapal MT Serena 2 yang berlayar dari tangki timbun BBM Sambu, Batam ke depot Pontianak ditangkap di perairan Batam akhir buln lalu karena berusaha menyelundupkan solar ke kapal berbendera Singapura. Pelanggaran hukum yang dilakukan oknum ABK, katanya, harus diproses. “Perbuatan oknum tersebut telah merugikan pelayaran. Mereka harus diproses secara tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.

Oleh karena itu Carmelita mengatakan terlalu dini jika menyebutkan PT Pertamina sebagai operator kapal maupun perusahaan pelayaran sebagai shipowners’ terlibat dalam kasus itu. “Sekarang, yang jelas sudah diamankan adalah ABK kapal,” ujarnya. Pihaknya berharap proses hukum terhadap oknum ABK yang menjual BBM itu tidak sampai pada penahanan kapal sebagai barang bukti. “Kapal MT Serena 2 kami harapkan dapat dilepaskan karena tidak akan memengaruhi proses hukum yang sedang dijalani para ABK,” kata Carmelita.

VP Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menegaskan status kapal itu sebetulnya bukan milik perseroan dan tidak membawa Solar bersubsidi. Kapal MT Serena 2 itu aadalah kapal charter yang merupakan kapal reguler angkutan BBM dari Terminal BBM Tanjung Uban/Sambu ke depot BBM Pontianak. “MT Serena 2 bukan kapal milik Pertamina, tapi kapal yang di-charter Pertamina dari PT SKR. Kami juga klarifikasi, minyak Solar yang dibawa bukan BBM bersubsidi karena statusnya masih milik Pertamina sehingga tindakan ini sangat merugikan kami,” kata Ali dalam situs resmi Pertamina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya