SOLOPOS.COM - Rudi Hartono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Tentara Jerman dan Inggris saling bunuh di area sengketa di Belgia atau kawasan Nonman Land pada 1918. Mereka berbalas tembakan dan melempar bom. Kematian selalu membayangi setiap tentara. Banyak nyawa melayang akibat perang tak berkesudahan itu.

Pada hari Natal, pagi hari, keajaiban terjadi. Mereka keluar dari parit-parit atau tempat perlindungan masing-masing tanpa senjata. Mereka sepakat meletakkan senapan meski pemimpin kedua belah pihak tak pernah menyatakan gencatan senjata.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mereka bermain sepak bola dengan gembira, melupakan dendam dan keinginan membunuh, meski hanya sementara. Penghentian perang itu tidak permanen, tetapi masih lebih baik ketimbang terus saling membunuh. Kebencian menjelma menjadi suka cita. Keajaiban yang sangat indah.

”Orang-orang Inggris itu membawa bola sepak dari parit mereka dan segera terjadi permainan yang meriah,” kata Letnan Kurt Zehmisch dari Infanteri Saxon 134 Jerman dalam catatan yang ia tulis di buku hariannya yang dilansir History.

Itu menunjukkan keagungan olahraga, khususnya sepak bola, dalam menciptakan perdamaian, meski hanya sementara. Olahraga sebenarnya memang bukan sekadar kegiatan ragawi. Baron Pierre de Coubertan, penggagas olimpiade modern, pernah mengatakan olahraga adalah sarana mendidik masyarakat dalam pemahaman yang lebih baik antara satu sama lain dan persahabatan sehingga membantu membangun dunia yang lebih baik dan lebih damai.

Olimpiade konon diilhami keinginan mengakhiri perang. Seperti dipaparkan Ensiklopedia Britannica, olimpiade pada masa Yunani Kuno berasal dari upaya dua raja di wilayah Olympia, Iphitos dan Cleomenes, mengadakan gencatan senjata atau olympic truce yang lazim disebut sebagai ekecheiria.

Beberapa sumber menjelaskan gencatan senjata ini dilakukan secara menyeluruh. Ensiklopedia Britannica mencatat isi sebenarnya perjanjian tersebut adalah melarang seluruh pihak menyerang daerah Olympia selama olimpiade berlangsung sekaligus melindungi para musafir yang bepergian dari dan menuju acara olimpiade.

Isu perdamaian selalu menjadi topik utama selama masih ada peperangan. Ketika cara-cara diplomasi konvensional tak mampu menyelesaikan masalah, olahraga diharapkan mampu mengisi kekosongan tersebut. Karakter universal olahraga yang tidak mengenal batas bahasa dapat digunakan sebagai metode diplomasi yang baru.

Salah satunya diimplementasikan melalui olahraga tingkat internasional yang melibatkan negara-negara yang sedang berkonflik. Ario Bimo Utomo dalam artikel yang diterbitkan theconversation.com pada 17 Agustus 2018, mengutip Havard Mokleiv Nygard dan Scott Gates, peneliti dari Peace Research Insitute Oslo, Norwegia, ada empat cara olahraga menjadi alat mendukung perdamaian.

Pertama, pertandingan olahraga internasional mampu membantu tuan rumah menciptakan citra ramah bagi negara-negara lain di dunia. Kedua, olahraga mampu menyediakan tempat untuk pertukaran budaya secara damai sehingga mendorong dialog berikutnya.

Ketiga, turnamen olahraga memungkinkan negara-negara partisipan membangun rasa percaya satu sama lain. Keempat, turnamen olahraga memungkinkan negara-negara peserta menggalang perdamaian lewat semangat rekonsiliasi, integrasi, dan antirasisme.

Sejarah mencatat Indonesia pernah turut ambil bagian ”menyatukan” Korea Selatan dan Korea Utara yang lama berkonflik saat menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 pada 2018 lalu. Saat itu kedua negara di Semenanjung Korea itu bergabung dalam satu tim, saling percaya, bahu-membahu memberikan yang terbaik bagi Korea.

Kontingen Korea mengikuti tiga cabang olahraga, yaitu kano, dayung, dan basket. Pada acara pembukaan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 18 Agustus 2018, atlet Korea Selatan dan Korea Utara berjalan di bawah satu bendera Korea.

Puluhan atlet dua negara itu mengenakan atasan berwarna putih dan bawahan biru terang, kombinasi warna yang ditemukan di bendera unifikasi Korea. Bendera unifikasi Korea berkibar diiringi langkah para atlet dua negara yang berjalan masuk sembari membentangkan tangan.

Seiring masuknya kontingen Korea ke Stadion Utama Gelora Bung Karno, Perdana Menteri Republik Korea (Korea Selatan) Lee Nak-yon dan Duta Besar Korea Utara untuk Indonesia An Kwang-il berdiri bergandengan tangan seraya melambai ke arah para atlet.

Pesan Perdamaian

Tim gabungan Korea Selatan dan Korea Utara dalam turnamen olahraga itu diyakini sebagai bukti komitmen kedua negara untuk meningkatkan kerja sama di bidang olahraga. Sebelum Asian Games 2018, dua negara itu juga tampil menjuadi satu kontingen pada Olimpiade Musim Dingin 2018 pada Februari di Pyeongchang, Korea Selatan.

Tak berlebihan ketika Presiden Federasi Sepak Bola Internasional atau Federation Internationale de Football Association (FIFA), Gianni Infantino, menyerukan Rusia dan Ukraina yang terlibat perang sejak 24 Februari 2022 lalu menyepakati gencatan senjata selama berlangsungnya Piala Dunia 2022 di Qatar pada 20 November-18 Desember.

Infantino menyampaikan seruan itu di hadapan para pemimpin negara dan delegasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 saat jamuan makan siang di Bamboo Dome, The Apurva Kempinski Bali, Nusa Dua Bali, Bali, Selasa (15/11/2022).

Infantino tak ingin membuang kesempatan begitu saja saat diberi waktu berbicara oleh Presiden Joko Widodo. Kesempatan langka itu dia gunakan untuk menyampaikan pesan perdamaian mengingat mata dunia sedang tertuju pada forum itu.

Dia menyampaikan seruan tanpa bumbu bermuatan politik atau embel-embel membela atau mengecam salah satu pihak. Dia murni hanya mengajak para pemimpin dunia menarik energi positif dari sepak bola dan Piala Dunia 2022 untuk mewujudkan perdamaian.

“Permohonan saya kepada Anda semua, renungkanlah gencatan senjata sementara selama satu bulan selama Piala Dunia 2022 atau paling tidak implementasi koridor kemanusiaan atau apa pun yang bisa melanjutkan dialog sebagai langkah pertama menuju perdamaian,” kata Infantino.

“Anda semua pemimpin dunia. Anda memiliki kemampuan dalam memengaruhi jalannya sejarah. Sepak bola dan Piala Dunia menawarkan kepada Anda dan dunia sebuah platform untuk persatuan dan perdamaian di seluruh dunia,” ujar Infantino.

Presiden Joko Widodo menyisipkan pesan penting mengenai peran olahraga dalam mempersatukan dunia saat menyatakan Indonesia siap menjadi tuan rumah turnamen olahraga terakbar sejagat, Olimpiade, pada 2036.

Dalam pesan yang disampaikan pada Rabu (16/11/2022) itu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya olahraga yang selain untuk kesehatan juga memiliki peran penting dalam mempersatukan dunia, terutama saat ini. Hal itu dia tekankan lantaran Rusia dan Ukraina saat ini masih berperang.



Presiden Joko Widodo memandang kesuksesan olimpiade dan paralimpiade berikutnya akan menegaskan pentingnya netralitas dalam turnamen olahraga internasional. Olimpiade dan paralimpiade berikutnya yaitu Olimpiade Paris 2024, Milano-Cortina pada 2026 (musim dingin), Los Angeles pada 2028, Brisbane pada 2032, dan Youth Olympic Games 2024 di Gangwon (musim dingin) dan Dakar pada 2026.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 November 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya