SOLOPOS.COM - Gunung Penanggungan di Jawa Timur (Kaskus)

Gunung Penanggungan diusulkan jadi warisan dunia.

Kanalsemarang.com, MAGELANG — Peserta Borobudur Writers and Cultural Festival 2015 di Candi Borobudur dan kawasannya di Kabupaten Magelang, Jateng, merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan dunia untuk menjadikan Gunung Penanggungan di Jawa Timur masuk kategori warisan budaya dunia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Malam ini (14/11) budayawan dan penulis yang mengikuti BWCF merekomendasikan Gunung Penanggungan, temuan spektakuler supaya mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari pemerintah pusat dan dunia, UNESCO, dan menjadi ‘universal archaeological landscape’, kategori ‘world heritage’ (warisan dunia),” kata kurator BWCF 2015 dari Yayasan Samana (penyelenggara kegiatan selama 12–14 November 2015) Romo Mudji Sutrisno di Borobudur, Sabtu (14/11/2015) malam sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara.

Ia mengatakan hal itu saat acara penyerahan penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan kepada Hadi Sidomulyo yang nama aslinya Nigel Bullough, 63, oleh Direktur Yayasan Samana Yoke Darmawan di halaman Pendopo Stupa, kompleks Hotel Plataran di kawasan Candi Borobudur, atas dedikasi dalam penelitian sejarah kehidupan masyarakat Gunung Penanggungan.

Hadir pada kesempatan itu, ratusan peserta BWCF berasal dari berbagai daerah, antara lain kalangan peneliti gunung-gunung di Indonesia dari beberapa disiplin ilmu, budayawan, sejarawan, penulis, dan penyair. Hadir pula Kepala Unit Taman Wisata Candi Borobudur Chrisnamurti Adiningrum.

Saat penyerahan penghargaan itu, Yoke antara lain didampingi para pengurus Yayasan Samana dan pelaksana BWCF 2015, antara lain Seno Joko Suyono, Imam Muhtarom, Wicaksono Adi, Dorothea Rosa Herliany, Romo Budi Subanar, dan Sutanto Mendut.

Ia menjelaskan tentang pentingnya situs kepurbakalaan di Gunung Penanggungan yang wilayahnya meliputi Kabupaten Mojokerto dan Pasuruhan, Jatim itu, mendapatkan perlindungan sebaik mungkin, antara lain karena memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi kepentingan generasi mendatang.

“Yang paling pokok dan intinya adalah beliau (Hadi Sidomulyo, red) dengan penemuan yang paling terakhir dan dahsyat adalah jalan kuno melingkar yang bisa dilalui kereta kuda pada zaman Kerajaan Majapahit sampai di puncak Gunung Penanggungan,” katanya.

Nigel yang berasal dari Inggris, sejak 1971 menetap di Indonesia dan kemudian mengubah namanya menjadi Hadi Sidomulyo. Sejak 1998 secara mandiri, dia tapak tilas ulang rute desa-desa yang tertera dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca, di Gunung Penanggungan. Lanjutan penelitiannya saat ini didukung oleh Universitas Surabaya dengan nama Tim Ekspedisi Ubaya.

Hadi menyebut total jumlah penelitiannya hingga 2015 atau setelah terjadi kebakaran hebat Gunung Penanggungan pada Agustus lalu, tercatat 127 jejak peninggalan kepurbakalaan.

Temuan terakhir yang masih akan menjadi bagian dari kajian lanjutan oleh tim ekspedisinya, antara lain berupa infrastruktur jalan selebar tiga meter yang bisa dilalui kereta kuda hingga puncak gunung, tembok penghubung antarcandi, dan dugaan tentang tanggul penahan candi.

Pada Januari 2015, ujarnya, Pemerintah Provinsi Jatim telah menetapkan Gunung Penanggungan sebagai kawasan strategis provinsi setempat, sedangkan rekomendasi BWCF 2015 itu akan mendorong pemerintah pusat dan dunia untuk lebih memperhatikan kepurbakalaan gunung tersebut sebagai “monumen warisan dunia”.

Ia mengatakan bahwa Univesitas Surabaya yang tidak memiliki fakultas tentang kesejarahan atau kepurbakalaan dengan salah satu kampusnya di kawasan Gunung Penanggungan, juga telah membangun Pusat Informasi dan Studi Penanggungan sebagai wadah segala kegiatan penelitian gunung setinggi 1.653 meter dari permukaan air laut tersebut. Gedung pusat informasi tersebut rencananya diresmikan pada bulan Desember 2015.

Ia menyatakan penerima penghargaan tersebut sesungguhnya bukanlah dirinya sendiri karena dirinya dibantu oleh tim dan masyarakat setempat.

“Setiap desa pasti ada yang tahu (kisah masa lalu kehidupan masyarakat di Gunung Penanggungan, red.). Temuan saya ini mewakili temuan masyarakat. Saya dedikasikan Sang Hyang Kamahayanikan untuk suatu semangat,” katanya.

Penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan yang menjadi ciri khas penyelenggaraan BWCF itu, diberikan kepada individu dan kelompok yang telah memberikan kontribusi besar dalam pengkajian budaya dan sejarah Nusantara.

Penghargaan tersebut pada tahun 2012 diberikan kepada Singgih Hadi Mintardja (almarhum), penulis cerita silat; pada tahun 2013, kepada Adrian Bernard Lapian (almarhum), sejarawan maritim; dan pada tahun 2014, kepada Peter Carey, sejarawan dari Inggris yang meneliti riwayat Pangeran Diponegoro.

Sejarawan Romo Budi Subanar menyebut keistimewaan BWCF 2015, terutama menjadi wadah pertama bagi Hadi Sidomulyo untuk menghadirkan hasil penelitian mutakhir terhadap warisan budaya dan sejarah masyarakat Gunung Penanggungan.

Pada kesempatan itu, dia membacakan secara singkat riwayat penelitian Hadi Sidomulyo dengan timnya tentang Gunung Penanggungan tersebut. Hadi Sidomulyo menjadi salah satu pembicara dalam seminar BWCF 2015 bertema “Gunung, Bencana, dan Mitologi di Nusantara”.

“Dihadirkan baru pertama kali pada BWCF ini. Ini menjadi kehormatan besar bagi kita karena di situlah terbukti Bapak Hadi Sidomulyo pribadi yang layak untuk menerima Sang Hyang Kamahayanikan tahun ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya