SOLOPOS.COM - Gunung Merapi (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Kawasan rawan bencana membutuhan sinergi dengan desa di sekitarnya

Harianjogja.com, SLEMAN-Guna meminimalisir angka korban erupsi Gunung Merapi, desa yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) dan desa penyangga harus bersinergi. Setidaknya saat warga di KRB diwajibkan untuk mengungsi, desa penyangga di dekatnya siap untuk menampung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Adanya Sister Village ini diibaratkan kita mewujudkan paseduluran [persaudaraan] desa. Antara Glagaharjo sebagai kawasan rawan bencana dan Argomulyo [Cangkringan] serta Sindumartani [Ngemplak] sebagai penyangga,” kata Penjabat Bupati Sleman, Gatot Saptadi, saat sambutan Gladi Lapang pencanangan Desa Tangguh Bencana (Destana) di Balai Desa Glagaharjo Cangkringan, Kamis (10/9/2015).

Beberapa dusun di Desa Glagaharjo sudah ditetapkan sebagai KRB. Seperti Dusun Kali Tengah Lor, Kali Tengah Kidul, Singlar, dan Srunen. Dalam status tertentu, warga di daerah ini sudah tidak dapat ditampung di barak penampungan Balai Desa Glagaharjo. Warga harus menjauh dari radius di luar zona berbahaya.

Dua desa terdekat yang dapat digunakan untuk mengungsi adalah Balai Desa Sindumartani dan Argomulyo. Harapannya ketika status Merapi sudah naik mendekati awas, anggota Destana dua desa ini membantu mengevakuasi pengungsi menuju ke tempatnya atau tempat lain yang lebih aman.

“Hal ini memudahkan warga Glagaharjo untuk mengungsi karena penanganan bencana tanggung jawab kita semua,” lanjut Gatot.

Di Sleman sendiri, lebih dari 20 Destana telah terbentuk. Para anggota disiapkan untuk menghadapi bencana alam yang terjadi di Sleman.

Jika melihat potensi desa rawan bencana di tingkat DIY, Pelaksana Harian (PlH) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, GBPH Yudhaningrat, mencatat, dari 438 desa di DIY, 301 rawan bencana. Termasuk di dalamnya ada Sleman.

Pengembangan Destana di seluruh wilayah DIY menjadi upaya mengurangi risiko bencana pada masyarakat. Begitu juga dengan gladi lapang atau simulasi evakuasi bencana.

Dalam gladi lapang tanggap bencana di Balai Desa Glagaharjo, warga yang terdiri dari anak-anak hingga lansia turut terlibat. Salah satu warga Dusun Singlar, Sri Widayati, 33, mengaku gladi lapang saat ini lebih detail dan serius.

“Kalau simulasi evakuasi korban Merapi sebelum erupsi 2010 lalu kesannya formalitas saja karena kita merasa tidak akan sebesar itu. Ternyata di luar dugaan, letusannya dahsyat dan banyak korban meninggal justru di dusun bagian bawah,” ucapnya sambil berkaca-kaca.

Namun untuk simulasi kali ini, pihak BPBD Sleman selaku pembimbing meminta warga memperhatikan hal sekecil apapun. Warga diminta mengemasi barang dan surat penting sejak Merapi berstatus waspada. Harapannya ketika ada perintah untuk mengungsi, barang yang telah disiapkan tinggal diangkut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya