SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemungutan suara dalam pemilihan pemimpin. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Keberadaan kaum boro alias perantau di Wonogiri dinilai mempengaruhi tak optimalnya tingkat partisipasi pemilih di pemilihan kepala desa (Pilkades) Serentak Tahap I di 15 desa di Kabupaten Wonogiri, Rabu (7/12/2022). Mayoritas warga yang absen atau tak menggunakan hak pilihnya di pilkades kemarin berstatus kaum boro.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, perantau yang enggan pulang menggunakan hak pilihnya banyak terjadi di desa yang sudah pasti dimenangi cakades tertentu. Penyebabnya, persaingan antarcalon di desa itu tak terlihat ketat.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Di Pilkades Tanjung, Kecamatan Bulukerto, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di desa setempat mencapai 2.184 orang. Sebanyak 832 pemilih di antaranya memilih absen. Pemilih yang absen tersebut didominasi perantau.

Camat Bulukerto, Juariah, mengatakan panitia Pilkades Tanjung telah mendistribusikan undangan kepada 1.449 pemilih. Sedangkan 735 pemilih sisanya tak berada di Desa Tanjung karena berstatus perantau.

“Mereka tidak mau pulang dan lebih mempercayakan pilkades ke warga yang berdomisili di desanya. Tapi dari seluruh undangan yang didistribusikan panitia, tingkat partisipasinya tinggi. Hanya 97 pemilih yang absen [kondisi kaum boro tak pulang ke kampung halaman juga diprediksi akan terjadi saat Pemilu 2024],” kata Juariah kepada Solopos.com, Jumat (9/12/2022).

Baca Juga: Menang Lawan Petahana, Cakades Terpilih di Wonogiri Akan Rangkul Lawan

Kaum boro yang absen dalam pilkades juga terjadi di Desa Keloran, Kecamatan Selogiri. DPT di desa itu berjumlah 1.886 orang.  Namun 438 pemilih di antaranya absen.

Ketua Panitia Pilkades Keloran, Narman, mengatakan panitia menyerahkan undangan ke 1.504 DPT. Sedangkan 382 DPT sisanya adalah kaum boro.

“Banyak yang merantau memang. Tapi ada juga yang enggak bisa ikut pemilihan karena kerja dan tidak bisa izin,” tuturnya kepada Solopos.com, Rabu (7/12/2022) sore.

Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa (Pemdes) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Wonogiri, Zyqma Idatya Fitha, mengakui tak bisa berbuat banyak mengajak perantau pulang lalu menggunakan hak pilihnya di pilkades. Ketiadaan payung hukum yang mengatur kuorum di pilkades menjadi salah satu alasannya.

Baca Juga: Sempat Tegang dan Persaingan Ketat, Pilkades di Bakalan Wonogiri Tetap Kondusif

“Kalau di aturan pilkades terdahulu kan ada kuorum. Minimal berapa jumlah pemilihnya agar pemungutan suara dianggap sah. Bahkan sebelum pilkades dilaksanakan, panitia menghubungi perantau dulu, ditanyai bisa pulang atau tidak untuk menggunakan hak pilihnya,” terang perempuan yang akrab disapa Fitha kepada Solopos.com, Kamis.

Sedangkan dalam Undang-undang (UU) No. 6/2014 tentang Desa, ketentuan kuorum di pilkades tak disebutkan. Pemungutan suara di pilkades dianggap sudah sah jika salah satu calon memeroleh suara terbanyak.

“Meskipun yang hadir hanya 100 pemilih, yang punya suara terbanyak itulah pemenangnya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya