SOLOPOS.COM - Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Istimewa/Google Streetview)

Kasus Yayasan Supersemar akan makin panjang setelah yayasan itu menang atas gugatan terhadap Kejakgung. Namun, penyitaan aset Supersemar tetap berjalan.

Solopos.com, JAKARTA — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sebagai eksekutor sita eksekusi Yayasan Supersemar memastikan penyitaan dapat berjualan sesuai rencana. Meskipun yayasan milik mantan Presiden Soeharto itu sebelumnya memenangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) melawan Kejaksaan Agung sebagai jaksa pengacara negara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) PN Jakarta Selatan Made Sutrisna memberikan keterangan tersebut setelah melakukan koordinasi dengan Ketua PN Jakarta Selatan Rim Haryadi, kemarin (20/7/2016). Menurutnya sita eksekusi dengan putusan perkara PMH Nomor 783/PD.G/2015/PN JKT.SEL secara langsung tidak berhubungan.

“Sehingga dari pelaksanaan eksekusi di pengadilan negeri ini, ketua dan panitera akan tetap menjalankan,” ujarnya.

Made menjelaskan bahwa putusan tersebut hanya merupakan pernyataan bahwa Supersemar hanya menerima dana sumbangan dari sejumlah bank BUMN senilai Rp309 miliar. Jumlah tersebut didapat dari hasil audit Kejaksaan Agung pada 2010 yang tidak dapat dibantah pada persidangan.

Meski tidak berpengaruh terhadap sita eksekusi Supersemar yang telah direncanakan sejak awal tahun 2016, tapi tidak menutup kemungkinan putusan terbaru ini akan menjadi masalah di kemudian hari. “Putusan ini tentu akan jadi perimbangan juga. Tergantung strategi mereka [Supersemar].”

Menurut Made, langkah paling aman yang bisa dilakukan adalah menunda sita eksekusi hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Sebab gugatan PMH masih dapat diajukan banding oleh Kejakgung.

Namun, pengadilan sebagai eksekutor tidak akan menunda sita eksekusi begitu kejagung melakukan pembayaran biaya sita eksekusi yang dibutuhkan. Terkait hal tersebut, dia meminta Kejagung sebagai pengacara negara tidak perlu menunggu surat resmi penetapan biaya dari pengadilan.

Sesuai prosedur, lazimnya PN tidak pernah mengirimkan rincian biaya sita eksekusi aset kepada pihak pemohon. “Menghitung dari papan pengumuman di sini [PN], sudah itu tinggal bayar ke bank.”

Selanjutnya, bukti pembayaran tersebut diserahkan kepada eksekutor untuk dilanjutkan ke pelaksanaan sita eksekusi. Made mengatakan apabila Kejagung membutuhkan surat untuk pertanggungjawaban, dapat menggunakan bukti pembayaran kepada pengadilan melalui bank.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung Bambang Setyo Wahyudi meminta eksekutor mengirimkan surat resmi penetapan biaya dari eksekutor. Hal tersebut menurutnya perlu dilakukan agar dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan pantauan Bisnis/JIBI, biaya sita per aset di PN Jakarta Selatan yang tertera pada papan pengumuman senilai Rp600 ribu. Apabila aset berada di luar yurisdiksi PN Jaksel, maka dikenakan tambahan biaya delegasi Rp200.000 per aset.

Sementara itu, PN Jaksel mematok biaya lelang senilai Rp7,5 juta dengan tambahan biaya delegasi bila diperlukan senilai Rp200.000. Setiap pengosongan aset berupa tanah dan bangunan PN Jaksel meminta biaya Rp7,5 juta dengna biaya delegasi Rp200.000.

Adapun berdasarkan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung pada 8 Juli 2015 Yayasan Supersemar divonis bersalah telah menyelewengkan dana beasiswa kepada delapan perusahaan. Alhasil, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar US$315 juta dan Rp139,2 miliar atau sekitar Rp4,4 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya