SOLOPOS.COM - Anas Urbaningrum (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Kasus wisma atlet melebar ke pencucian uang yang didakwakan kepada M. Nazaruddin. Anas Urbaningrum punya pengakuan baru.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tak menampik pernah menerima pemberian dari mantan koleganya di Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dia mengatakan, pemberian tersebut diterima sebelum menjadi anggota DPR.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kebetulan, kata Anas, waktu itu dia sempat berhubungan dengan Nazarudin saat diajak masuk di perusahaan milik mantan Bendahara Partai Demokrat tersebut. Namun, sekitar awal 2009, dia mengundurkan diri karena maju sebagai calon legislatif.

“Benar saya pernah masuk ke perusahaan milik terdakwa [Nazaruddin], namun saya kemudian memutuskan untuk keluar setelah maju dalam pencalegan,” ujar Anas Urbaningrum saat menjadi saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Nazaruddin di Pengdilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Sidang agenda keterangan saksi tersebut digunakan untuk menelusuri sejumlah aset yang dimiliki oleh terdakwa kasus TPPU tersebut. Dia diduga mengalirkan uang hasil korupsi ke sejumlah pihak, termasuk membeli saham perdana PT Garuda Indonesia senilai Rp300,8 miliar.

Uang pembelian saham Garuda diperoleh dari lima anak perusahaan Permai Group yakni, PT Permai Raya Wisata membeli 30 juta lembar saham senilai Rp22,7 miliar, PT Cakrawaja Abadi 50 juta lembar saham senilai Rp37,5 miliar, PT Exartech Technology Utama sebanyak 150 juta lembar saham senilai Rp124,1 miliar, PT Pacific Putra Metropolitan sebanyak 100 juta lembar saham senilai Rp75 miliar, dan PT Darmakusuma sebanyak 55 juta lembar saham senilai Rp41 miliar rupiah.

Meski mengaku pernah menerima, dia menyanggah kabar mengenai kepemilikan mobil yang sempat diberikan Nazarudin. Menurut Anas, status mobil tersebut hanya dipinjamkan oleh Nazar. “Mobil itu itu diberikan atas atas nama perusahan milik Nazarudin, dipinjamkan hak pakai kepada saya,” ujar Anas menjelaskan asal-usul mobil tersebut.

Selain kepemilikan mobil, pria asal Blitar, Jawa Timur, itu juga menyangkal pernyataan Nazarudin mengenai pemberian uang saat pencalonannya sebagai Ketua Partai Demokrat. Dia tak tahu menahu mengenai asal-usul uang tersebut.

Meski demikian dia membenarkan, saat pemilihan ketua umum berlangsung, Nazarudin masuk tim relawannya. Dia tak mengetahui dana yang diklaim Nazarudin disiapkan untuk memenangkan Anas dalam bursa pencalonan ketua umum paratai berlambang mercy itu.

“Kenyatannya dalam persidangan yang saya jalani, pernyataan dari terdakwa [Nazarudin] tersebut dibantah oleh para relawan bahkan karyawan dari dia sendiri. Uang senilai Rp640 juta justru dibawa lagi ke Jakarta,” tandas dia.

Anas berdalih sebagai calon ketua umum, dia fokus untuk membentuk visi dan misi saja. Mengenai uang, dia mengaku baru tahu setelah dipersoalkan di persidangan. “Itu saya tidak tahu dana dari mana, tidak ada dana dari terdakwa,” jelas dia lagi.

Sepanjang persidangan berlansung, kedua mantan rekan satu partai tersebut saling menyanggah pernyataan masing-masing. Bahkan Anas menyebut Nazarudin hanya ndleming (meracau), tidak jelas juntrungannya. Tak mau kalah, suami dari Neneng Sriwahyuni tersebut berbalik menyebut Anas Urbaningrum sebagai tukang tipu-tipu.

“Saya yakin saudara ini tukang tipu-tipu, jadi saya sudahi pernyataan saya,” ucap Nazarudin. Terkait kasus Hambalang, dia mengatakan seharusnya lembaga antirausah itu terus melakukan penyidikan terkait kasus tersebut. Dia berkeyakinan saat ini masih ada otak kasus tersebut yang belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Saya berharap KPK segera menetapan otak utamanya sebagai tersangka. Karena sampai saat ini tersangkanya relatif belum tersentuh oleh KPK,” jelas dia.

Seperti diketahui dalam sidang pembacaan dakwaan sebelumnya, Jaksa KPK menyatakan Nazaruddin diduga menerima uang sebesar Rp23.199 miliar dari PT Duta Graha Indah (PT DGI). Jaksa menilai perbuatan Nazaruddin tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 angka 4 UU No. 28/1999 mengenai penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Selain itu, perbuatan pria yang pernah melarikan diri ke Kolombia itu juga bertentangan dengan Pasal 208 Ayat (3) UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta keputusan DPR Nomor:01/DPR RI/I/2009-2010tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI.

Atas perbuatannya, Nazaruddin diancam melanggar Pasal 12 huruf b UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya