SOLOPOS.COM - Sutan Bhatoegana (JIBI/dok)

Kasus Sutan Bhatoegana diputus oleh hakim pengadilan Tipikor Jakarta dengan memvonis 10 tahun penjara.

Solopos.com, JAKARTA – Hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan kepada mantan Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dalam kasus suap dan gratifikasi.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Vonis itu dijatuhkan Ketua Majelis Hakim Artha Theresia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (19/8/2015). Hakim menilai Sutan terbukti bersalah menerima suap senilai US$140.000 dan gratifikasi berupa US$200.000 dan 1 unit tanah dan bangunan seluas 1.194 meter persegi di Medan, Sumatra Utara.

“Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama primer dan kedua lebih subsider dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan,” kata Artha Theresia.

Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta Sutan divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 3 tahun.

Majelis hakim yang terdiri atas Artha Theresia, Casmaya, Syaiful Arif, Alexander Marwata, dan Ugo itu juga tidak meluluskan permintaan jaksa agar Sutan dicabut hak politiknya.

“Mengenai hak dipilih, majelis hakim tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum KPK karena untuk menjadi anggota legistlatif tergantung kepada rakyat di daerah yang memilihnya,” ungkap Ugo.

Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama primer berasal dari pasal 12 huruf a UU No 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penerimaan suap dan dakwaan kedua lebih subsidair yaitu pasal 11 UU No 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai penerimaan gratifikasi.

“Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang tengah gencar-gencarnya memberantas korupsi dan bertentangan dengan slogan-slogan anti korupsi yang selalu digembar-gemborkan terdakwa,” kata hakim Ugo.

Selain itu, kata dia, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mencerminkan perilaku sebagai mantan anggota DPR yang terhormat. “Hal yang meringankan, terdakwa adalah kepala keluarga yang masih punya tanggungan,” kata Ugo.

Atas putusan tersbut, hakim Artha langsung menutup persidangan bahkan tidak memberikan kesempatan Sutan dan penasihat hukumnya menanggapi putusan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya