SOLOPOS.COM - Polisi berjaga di gerbang kompleks rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022) malam. (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Solopos.com, JAKARTA — Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) memberikan catatan kritis atas kasus polisi tembak polisi hingga menyebabkan Brigadir J meninggal di rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu.

Brigadir J meninggal setelah terlibat kasus polisi tembak polisi yang diduga dilakukan Bharada E. Menurut peneliti ICJR, Iftitahsasi, perlu ada pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Langkah itu diharapkan dapat membuktikan apakah ada potensi tindakan sewenang-wenang hingga penyiksaan terhadap korban Brigadir J terkait kasus polisi tembak polisi.

Pasalnya, lanjut dia, berdasarkan keterangan keluarga korban menemukan luka sayatan pada tubuh Brigadir J, tepatnya bagian mata, hidung, mulut, dan kaki pasca-kasus polisi tembak polisi. Selain itu, keluarga korban juga awalnya dilarang melihat jenazah Brigadir J.

“Kedua, dalam proses penyidikan kasus [polisi tembak polisi] juga perlu menyelidiki kemungkinan tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalangi proses penyidikan. Seperti kabar seluruh kamera CCTV di lokasi rusak lalu ada juga info CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga,” jelas Iftitah, Rabu (13/7/2022).

Baca Juga : Muncul Pasca-Kasus Polisi Tembak Polisi, Kadiv Propam Polri Berpelukan

Ia merasa perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV untuk memastikan ada atau tidak potensi sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kasus polisi tembak polisi.

Pasal 221 KUHP, lanjut Iftitah, mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.

Ketiga, untuk memastikan proses penyidikan independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan.

Hal ini penting mengingat relasi kuasa dalam kasus polisi tembak polisi. Kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian karena lokasi kasus polisi tembak polisi berada di rumah Kadiv Propam Polri.

“Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik Senin 11 Juli 2022. Ketika waktu kejadiannya sudah lewat 3 hari,” tambahnya.

Baca Juga : Kasus Polisi Tembak Polisi di Jakarta Masih Misteri, Berikut 8 Faktanya

Terakhir, bagi ICJR kasus polisi tembak polisi ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan internal lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif.

ICJR melihat pengawasan Propam jelas tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan semacam kasus polisi tembak polisi ini karena melibatkan konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.

“Perlu ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri,” ungkap dia.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Pengusutan Kasus Polisi Tembak Polisi, ICJR Beri Catatan Kritis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya